JURNALIS.co.id – Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat melalui Dinas Koperasi UKM dan Polda Kalbar memfasilitasi mediasi persoalan buruh bongkat muat di Kabupaten Kubu Raya antara Koperasi MJP dengan UPJRD, Senin (07/02/2022).
Dalam mediasi tersebut, Kepala Dinas Koperasi UKM Kalbar dan Dit Intelkam Polda Kalbar terlebih dahulu mendengar dari Dinas Koperasi Pontianak maupun Kubu Raya. Kemudian mendengar persoalan dari setiap pihak-pihak terkait. Namun, pertemuan kurang lebih 3 jam di kantor Dinas Koperasi dan UKM Kalbar itu masih buntu, belum ada titik temu atau kesepakatan.
Mustaan Ketua UPJRD Kota Pontianak saat dikonfirmasi usai pertemuan mengatakan sangat mengapresiasi upaya mediasi tersebut. Pihaknya sebenarnya berharap terselesaikan secara konferhensif.
“Kalau Pontianak dan Kubu Raya bukan persoalan perbedaan kerja. Karena sebagian kerja sudah dibagi ke Kubu Raya,” katanya.
Menurut Mustaan, persoalan buruh Pontianak dan Kubu Raya berkaitan dengan kesetaraan upah. Sebenarnya ini bisa dibicarakan, namun tidak mengurangi tarif buruh atas. Melainkan meminta kepada Pemda untuk menaikan tarif pekerja bawah.
“Kami ini buruh toke atau buruh pemilik barang, paling perbulannya hanya Rp2,5 juta. Sementara untuk Koperasi MJP itu kan informasi yang kami dapat sampai Rp5 juta,” ujarnya.
Lanjutnya, sementara buruh toke atau buruh pemilik barang tidak bisa bekerja jika tidak ada barang yang bongkar muat. Selain itu, buruh toke ini tidak bisa bekerja di tempat lain.
“Dari mana rasa keadilannya,” ucap Mustaan.
Dikatakannya, sementara ini belum ada titik temu dari mediasi. Pihaknya akan mengusulkan bahwa upah pekerja atas (yang di kontainer, red) jangan dipotong melainkan pekerja bawah yang dinaikan upahnya oleh Pemkab Kubu Raya.
“Masalah miskomunikasi, karena UPJRD ini sudah ada puluhan tahun sudah ada kerja sama TKBM Kubu Raya juga. Kemudian sekarang muncul MJP, MJP ingin ikut kerja. Ini lah dia dan saat ini sedang dirundingkan,” beber Mustaan.
Sementara Agus Suwandi, Ketua Harian Koperasi MJP menegaskan bahwa sangat jelas selama mediasi tidak merugikan hak-hak buruh, mulai dari upah yang layak, serta BPJS ketenagakerjaan.
“Tapi dari provinsi sepertinya tidak mengerti permasalahan, seharusnya legal standing nya itu yang dipertanyakan terlebih dahulu. KSOP tadi sudah jelas, TKBM Kota Pontianak sudah jelas wilayah kerja mereka sudah jelas. UJRD ranahnya di mana?,” ujarnya.
“Buruh toke itu dibenarkan atau tidak, masalah aturan, siapa melegalkannya. Dapat rekomendasi dari TKBM kota atau tidak,” sambung Agus.
Karena jika dibandingkan dengan Koperasi MJP, semua sudah siap. Namun yang dikhawatirkannya mediasi berlangsung melupakan jalur hukum atau regulasi yang ada. Bukan soal uangnya.
“Legal standingnya harus jelas. Tapi tidak dilakukan dimediasi ini,” ucapnya.
UPJRD, lanjut Agus, jika dilihat kelengkapan memang sudah lengkap semua. Sama seperti yang dimiliki pihaknya pun tidak ada masalah.
“Kendati begitu provinsi tidak bisa mengatur koperasi yang ada di KKR, melainkan biarkan lah dinas dan Bupati KKR saja,” tegasnya.
“Bicara buruh toke, klasik susah. Jika si toke minta buruh untuk dibina, kami bina. Bukan buang buruh toke. Tapi tata kelola wilayah kerjanya diatur Pemda kubu raya. Tapi real bukan hanya data,” sambung Agus.
Tapi dirinya meyakini, selama konsep tidak sama, maka tidak akan ada titik temu.
“kita sudah audiensi dengan DPRD, dan paling cepat dua sampai tiga bulan perda akan dibuat untuk mengatasi permasalahan ini,” sebut.
Berkaitan dengan MJP dan TKBM KKR, kata Agus, TKBM KKR sudah ada beberapa kali diajak untuk bertemu di kantor. Tapi tidak pernah ada pertemuan.
“Harusnya bijak inisiatif bertemu sama-sama pengurus. Karena para buruh tidak masalah, selama gaji mereka naik itu yang didukung, upah yang layak,” pungkas Agus.
Sementara Kadis Koperasi UKM Kalbar, Ansfridus J Andjioe tidak bisa memberikan keterangan lebih selain mengatakan bahwa mediasi ini dilakukan agar situasi dan kondisi tetap kondusif di lapangan. Pihaknya sebagai penengah atas permasalahan tersebut, mengingat belum ada titik temu antar pihak-pihak koperasi ini.
“Kita juga tidak ingin buruh tidak ada kerjaan. Dan inginnya kita buruh tetap ada kegiatan. Dan jangan sampai mereka yang tidak ada kerja tapi berpenghasilan,” tutup Ansfridus. (rin)
Discussion about this post