JURNALIS.co.id – Pengadilan Negeri Pontianak mulai menggelar sidang kasus mafia tanah dengan terdakwa Abd dan Ism, Rabu (23/02/2022). Sidang perdana ini berlangsung secara online.
Majelis hakim diketuai Irma Wahyuningsih yang didampingi Asih Widiastuti dan Niko Hendra Saragih dengan Panitera Yuni Ria Putri.
JPU Kejati Kalbar menjerat kedua terdakwa dengan pasal 372 dan 378 KUHP. Pihak terdakwa langsung menyatakan keberatan kepada majelis hakim, lantaran menolak isi dakwaan yang dibacakan JPU.
Keberatan atas dakwaan yang dibacakan JPU idisampaikan langsung oleh Herawan Utoro selaku pengacara kedua terdakwa. Keberatan ini akan disampaikan Herawan Utoro dalam sidang lanjutan dengan agenda pembacaan eksepsi di hadapan majelis hakim.
Herawan Utoro saat ditemui wartawan usai persidangan, pertama-tama dirinya membantah atas branded yang melekat pada dua kliennya disebutkan sebagai mafia tanah atas pemberitaan sebelumnya berkaitan dengan kasus dua kliennya tersebut.
“Pertama ingin kami tegaskan, klien kami bukan mafia tanah,” katanya.
Sedangkan berkaitan dakwaan JPU yang menjerat kedua kliennya dengan pasal 372 dan 378 KUHP, ia nilai sangat tidak tepat dan tidak memenuhi unsur.
“Kami ingin menyampaikan pula bahwa dua klien kami tidak melakukan tindak pidana seperti apa yang didakwa oleh JPU (penipuan dan penggelapan, red),” ujarnya.
Menurut Herawan, kejadian antara dua kliennya dengan Sukur yang dikatakan sebagai korban bukan tindak pidana, melainkan perdata murni.
“Secara kasat mata sangat jelas, bukan tindak pidana, melainkan murni perdata,” sebutnya.
“Maka dari itu kita akan ajukan eksepsi atas dakwaan itu kepada majelis hakim,” sambung Herawan.
Dia juga melihat proses penyidikan perkara kliennya di Polda Kalbar hingga sampai dilimpahkan ke Kejati Kalbar seperti direkayasa atau dipaksakan penuntut umum seolah-olah yang terjadi adalah tindak pidana.
“Harusnya tidak tindak pidana, karena ini perdata. Dasarnya apa? Dasarnya karena ini jual beli,” ucapnya.
Herawan mengatakan demikian, karena tidak ada rangkaian perkataan bohong atau tipu muslihat sebelum transaksi dilakukan.
“Berkaitan dengan adanya klaim sertifikat tanah atas nama pihak lain, itu terjadi setelah dilakukan transaksi, dan munculnya klaim itu setelah dilakukan permohonan SHM di BPN,” tuturnya.
Selain itu, kata Herawan, klaim sertifikat tanah oleh pihak lain hanya berupa fotokopian, bukan SHM asli. Bahkan tidak memiliki Warkah nya. Tak hanya itu pihak lain yang mengklaim tidak dapat menunjukan secara jelas letak tanahnya.
“Eksepsi yang kita ajukan kepada majelis hakim yakni untuk membatalkan dakwaan demi hukum,” tegasnya.
Selaku pengacara terdakwa Abd dan Ism, dirinya berharap kepada majelis hakim untuk mengoreksi atau meluruskan persoalan ini sebenar-benarnya.
“Terang benderang ini murni perdata. Transaksi dan kepemilikan tanah clear di mana ada lembar yang dikeluarkan oleh desa atas kepemilikan dari klien kami,” pungkasnya.
Kemudian berkaitan dengan proses penerbitan SHM terus berproses, bahkan sudah sampai ke proses penerbitan hak.
“Hanya saja ditunda lantaran ada klaim dari pihak ketiga yang belum jelas dasarnya,” tuntas Herawan.
Di dalam sidang tersebut, pengacara maupun dua terdakwa meminta kepada Majelis Hakim untuk dilakukan secara offline. Hal ini akan dipertimbangkan majelis hakim. (rin)
Discussion about this post