JURNALIS.co.id – Meski keran ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan produk turunannya telah dibuka kembali mulai 23 Mei 2022, namun sepenuhnya belum membuat normal harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit.
Sekretaris DPD Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Kabupaten Sanggau Mahathir Muhammad mengatakan kebijakan pemerintah mencabut larangan ekspor CPO dan produk turunannya telah memperbaiki harga TBS kelapa sawit.
“Sudah menunjukkan perbaikan terhadap harga TBS kelapa sawit, meskipun masih belum sepenuhnya normal,” kata, Senin (23/05/2022).
Menurut Mahathir, harga TBS saat ini masih belum bisa dikatakan normal. Pasalnya, harga TBS petani seharusnya sudah diangka Rp2.800 – Rp.3.800 per kilo gram (Kg).
“Namun banyak Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang masih membeli TBS petani di bawah harga Rp2.800 per Kg,” ujarnya.
Dikatakan dia, harga TBS belum sepenuhnya normal karena tidak kuatnya Permentan menjaga dan memastikan harga TBS yang berkeadilan bagi petani. Menurutnya, seharusnya tidak ada lagi alasan pabrik kelapa sawit untuk menekan harga TBS petani, karena keran ekspor sudah dibuka lagi. Kondisi ini berbeda ketika Presiden Joko Widodo mengumumkan larangan ekspor CPO dan turunannya pada tangga 22 April 2022.
Saat itu, kata Mahathir, 60 menit kemudian harga TBS turun hingga Rp 500 per kg. Seharusnya juga pada hari ini pihak PKS menaikkan harga TBS Rp 500 per Kg.
“Kita tunggu niat baik PKS ke petani sawit. Kalau PKS tetap nakal, maka Polres juga harus bertindak, wajib periksa PKS nakal, karena telah melakukan tindak pidana ekonomi. Ayo sama-sama jangan lagi ada penjajahan oleh bangsa kita sendiri. Saatnya kebangkitan nasional ini, kita benar-benar bangkit. Jangan ada lagi yang dizolimi,” tutur Mahathir.
Untuk minyak goreng, menurut dia, stok di pasaran sudah mulai stabil. Namun jika masih ada kelangkaan, Mahathir menyebut pihaknya siap mendukung untuk memasok 8 ton per desa, dan penyalurannya dilakukan desa seperti melalui BUMDes atau yang lainya, agar memutus mata rantai yang membuat rusuh.
“Ini pentingnya kita berhimpun agar petani sawit punya suara yang diperhitungkan, masih banyak benang kusut yang harus kita benahi baik pupuk dan sapras. Perkebunan kalau petani tidak mau berhimpun agak sulit memperjuangkan harga dan perubahan,” pungkas Mahathir. (JR)
Discussion about this post