JURNALIS.co.id – Mahasiswa dari berbagai universitas di Kota Pontianak berkumpul dan menggelar aksi di Mapolda Kalimantan Barat, Selasa (14/06/2022) sekitar pukul 15.00 WIB.
Kurang lebih puluhan mahasiswa yang menggelar aksi menuntut kejelasan atas meninggalnya seorang aktivis mahasiswa asal Kalbar bernama Syafaruddin pada 14 Juni 2000 yang dikenal dengan Juni Berdarah.
Dalam aksi tersebut, para mahasiswa dari berbagai universitas juga membawa berbagai spanduk yang bertuliskan menuntut kejelasan atas kasus kematian Syafaruddin.
“Kami tidak menuntut apapun kepada kepolisian, kami hanya ingin mengetahui seperti apa perkembangan kasus kematian Syafaruddin mahasiswa Politeknik Pontianak pada tahun 2000 lalu,” kata Koordinator Aksi, Rio Ferdinand, Presiden Mahasiswa BEM Politeknik Negeri Pontianak.
Lanjut Rio, pada 14 Juni 22 tahun lalu, Syafaruddin meninggal di tengah jalan dengan kondisi tubuh tertembus peluru saat aksi unjuk rasa memperjuangkan reformasi.
“Kami sangat berharap besar kasus ini dapat terungkap,” pintanya.
“Pelaku intelektual atau pelaku penembakan atas Syafaruddin kakak kami dapat terungkap,” sambung Rio.
Tak hanya itu, Rio juga menyatakan bahwa ia bersama mahasiswa lain juga berjuang mencari fakta dilapangan.
“Kami menanyakan kepada Kapolda bagaimana perkembangan kasus ini, tapi pada hari ini semua tidak mau turun,” ungkapnya.
Sementara itu ditempat terpisah, Adong Eko, selaku Pengarang dan Penulis Buku Juni Berdarah mengatakan pada 22 tahun lalu, tepat pada tanggal 14 Juni Syafaruddin mahasiswa di Kalimantan Barat hilang akibat tindakan brutal orang yang tidak bertanggung jawab. Di mana kasusnya hingga saat ini tidak ada kejelasan.
“Tentunya semangat gerakan mahasiswa yang turun kejalan tidak lain adalah untuk menuntut Polda Kalbar memberi kejelasan kasus ini kepada pihak keluarga, mahasiswa dan seluruh masyarakat Kalbar,” ucap salah satu jurnalis di Kota Pontianak ini.
Menurut Adong, kasus ini bergulir sudah 22 tahun namun memang tidak ada kejelasan apapun. Baik itu pelaku serta aktor intelektual yang merencanakan penembakan. “Tidak terungkap sampai hari,” kata Adong.
“Meninggalnya Syafaruddin saat aksi mahasiswa memperjuangkan reformasi ditegaskannya merupakan pelanggaran HAM yang berat,” timpal Adong.
Ditambahkan Adong, apa yang menimpa Syafruddin merupakan pelanggaran HAM berat, ada anak manusia yang dikorbankan dan dihilangkan nyawanya untuk kepentingan kekuasaan, oleh karena itu demi keadilan seharusnya kepolisian berani menyampaikan fakta-fakta hasil penyelidikannya. (rin)
Discussion about this post