JURNALIS.co.id – Pengerjaan proyek rehabilitasi pembangunan Mall Pelayanan Publik (MPP) senilai Rp2,8 miliar lebih milik Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Ketapang tahun 2022 dipertanyakan. Pasalnya, proyek yang dikerjakan CV Arus Jelai Sakti tersebut sempat diberikan adendum penyelesaian pekerjaan disertai denda. Keterlambatan pekerjaan di ketahui pada bagian pemasangan ACP.
Tidak hanya itu, hingga kini Dinas PUTR Ketapang belum mencairkan 100 persen hasil pekerjaan. Padahal pekerjaan sudah diklaim 100 persen selesai. Bahkan Dinas PUTR memastikan pekerjaan sudah sesuai kontrak.
Sementara berdasarkan pantauan di lokasi rehabilitasi bangunan terlihat adanya cat yang sudah terkelupas di bagian tangga. Terdapat pula porslen lantai yang pecah.
Saat dikonfirmasi, PPK Proyek Rehabilitasi Pembangunan MPP Ketapang, Hendri Hadi Saputra membenarkan jika CV Arus Jelai Sakti bekerja dalam denda. Penyebabnya, tidak mampu menyelesaikan pekerjaan sesuai kontrak.
“Sewaktu habis masa kontrak, pekerjaan sudah mencapai 90,3 persen, sudah dicairkan. Sekarang sudah 100 persen, tapi masih tahap pengajuan pencairan,” kata Hendri, Selasa (14/03/2023) di kantornya.
Hendri memastikan, pekerjaan tersebut telah sesuai kontrak. Namun saat disinggung soal penggunaan bahan bekas, dirinya masih ingin mengecek ke Astek di lapangan.
Dia menyebut, harusnya diganti semua, termasuk rangka baja ringan. Akan tetapi jika masih ada yang kurang, nanti tetap diminta kerjakan kembali.
“Kalau ditemukan pelaksana menggunakan barang yang lama, maka saya pastikan sisa yang belum dibayarkan, tidak saya bayarkan. Dan saya suruh bongkar,” janji dia.
Menurutnya, barang bakas yang layak pakai menjadi aset daerah dan tidak boleh diberikan kepada siapapun. Sehingga kemarin barang-barang itu diminta untuk diamankan di gudang pelaksana.
“Kemarin sudah saya suruh amankan di gudang milik pelaksana. Dan saya juga melakukan pemantauan,” ungkapnya.
Sedangkan terkait adanya cat bangunan terkelupas, dirinya akan memanggil pelaksana guna meminta perbaikan sampai selesai sebelum pencairan dibayarkan 100 persen.
“Kalau benar tidak sempurna, pelaksana akan saya panggil. Adapun merek cat, di dalam kontrak tidak disebutkan merek. Jadi apa yang dikerjakan di lapangan, berarti itu lah mereknya,” tutur Hendri.
Terpisah, Pelaksana Proyek Rehabilitasi Pembangunan MPP Ketapang, Bery juga tak menampik bahwa pekerjaan pihaknya terlambat hingga diadendum selama 50 hari disertai denda.
“Kita diberikan adendum. Sebab pada akhir kontrak di bulan Desember 2022 kemarin, pekerjaan baru selesai sekitar 88 persen. Sehingga harus diselesaikan di tahun 2023,” ucapnya, Rabu (15/03/2023) sore.
Dia juga memastikan bahwa dalam pemasangan material tidak ada menggunakan alat atau bahan bekas. Pekerjaan pun sudah dilakukan sesuai kontrak.
“Pekerjaan sudah dikerjakan sesuai spek. Intinya kami kerja sudah sesuai prosedur dan kontrak. Sekarang tinggal menunggu sisa pencairan 10 persen di Dinas PUTR, karena kemarin baru dibayar 90 persen,” pungkas Bery.
Blacklist Perusahaan dan Orangnya
Sebelumnya, merespon adanya keterlambatan penyelesaian proyek, Ketua Komisi IV DPRD Ketapang, Achmad Sholeh miminta agar kejadian serupa tidak terulang kembali di tahun berikutnya dan perlu dilakukan evaluasi.
Menurut Dia, terjadinya keterlambatan penyelesaian pekerjaan disebabkan beberapa aspek. Mulai dari tahap pelelangan di LPSE sampai keluarnya kontrak kerja.
“Jadi semua elemen, baik dari pihak Dinas (PUTR, red) sampai ke kontraktor harus dievaluasi benar-benar. Agar di tahun berikutnya tidak terulang kembali,” desak Sholeh.
Kendati demikian, ia memaklumi keterlambatan hingga dilakukan perpanjangan waktu. Namun di balik itu, instansi yang bersangkutan harus mengambil langkah tegas.
“Hanya ada dua kata. Berikan denda dan blacklist perusahaan yang tidak mampu menyelesaikan kontrak kerja itu,” tegas dia.
Blacklist mestinya tidak hanya bagi perusahaan, tapi orang dalam perusahaan juga di-blacklist. Seperti direksi maupun tenaga ahli, karena berkemungkinan satu orang itu menjadi direksi di beberapa perusahaan.
“Yang terlambat langsung saja di blacklist, termasuk direksi maupun tenaga ahlinya, sekalian itu bisa sebagai catatan,” tegas Sholeh. (lim)
Discussion about this post