JURNALIS.co.id – Kasus persetubuhan terhadap anaknya tak kunjung tuntas ditangani polisi, ayah korban, Syarif akhirnya menulis surat terbuka untuk Presiden RI.
Surat terbuka yang di-posting di media sosial tersebut, diterbitkan diakun media sosial milik Direktur Yayasan Nanda Dian Nusantara (YNDN), Devi Tiomana, @devi.suhandoyo.
Dalam surat terbuka itu, ayah dari korban persetubuhan berharap mendapat keadilan atas kasus yang menimpa anaknya.
Berikut surat terbuka, Syarif, orangtua dari anak yang menjadi korban persetubuhan oleh seorang pria bersuami berinisial SB.
Perkenalkan nama saya Syarif umur 45 tahun. bekerja sebagai tenaga pemadam kebakaran hutan dan lahan pada Satuan Manggala Agni Provinsi Kalimantan Barat. Saya tinggal di kawasan pinggiran Kota Pontianak tepatnya di wilayah Kecamatan Pontianak Utara.
Bapak Presiden yang saya hormati,
Ijinkan saya menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya karena telah begitu lancang menuliskan surat terbuka ini.
Sungguh saya sangat terpaksa melakukan ini karena saya sudah tidak lagi mampu menahan beban hati dan pikiran. Dan tidak lagi memiliki harapan akan mendapatkan keadilan atas perkara yang menimpa anak kandung saya.
Walau dengan menuliskan surat terbuka inipun saya tidak begitu yakin bahwa bapak Presiden akan membacanya. Tetapi paling tidak, apa yg mengganggu pikiran saya selama ini sambil bekerja memadamkan api kebakaran hutan bisa sedikit lega.
Bapak Presiden yang saya cintai dan saya banggakan. Bertahun-tahun saya bekerja siang malam memadamkan api kebakaran hutan di wilayah Kalimantan Barat dan harus meninggalkan keluarga, berpindah-pindah dari wilayah kabupaten ke kabupaten yang hutannya terbakar.
Terkadang jika sedang musim kemarau seperti kondisi saat ini, saya hanya bisa pulang sekali sebulan untuk bertemu keluarga. Kendati demikian saya sangat bangga menjadi petugas di garda terdepan Manggala Agni untuk menjaga lingkungan hutan tetap hijau, agar masyarakat bisa dengan bebas menghirup oksigen dan udara segar diruang terbuka.
Tidak sesak nafas karena menghirup asap dan debu kebakaran hutan dan lahan. Namun ternyata pengorbanan saya menjaga hutan dimanfaatkan oleh seorang laki-laki bejat yang tinggal disebelah rumah untuk merusak dan menodai kehormatan anak kandung saya, hingga hamil dan melahirkan seorang bayi perempuan.
Penderitaan saya dan keluarga semakin berat sejak saya melaporkan perbuatan bejat itu ke Polresta Pontianak tanggal 20 Desember 2022 lalu. Pelaku dan pengacaranya menebar berbagai cara untuk mengintimidasi, meneror, menebar fitnah dan mengancam anak saya.
Anak saya terpaksa harus meninggalkan rumah karena tak tahan dicaci maki dan diancam keluarga pelaku. Bahkan pelaku sering membuntuti anak saya hingga membuatnya sangat stres dan merasa sangat tertekan. Bahkan sebelumnya di kantor polisi pun anak saya diserang, dibentak, diamuk dan dimaki-maki oleh keluarga pelaku justru didepan polisi yang mencoba mempertemukan kami.
Namun apalah daya saya, polisi yang adapun tidak bisa melakukan apa-apa untuk menghentikan perbuatan tersebut.
Saya ini hanya orang miskin yang tidak punya apa-apa dan kami pasrah menerima perlakuan kasar keluarga pelaku.
Sebagai seorang ayah, perasaan saya hancur berkeping-keping karena tidak mampu melindungi darah daging sendiri. Beruntung pada saat itu ada seseorang yang mengamankan anak saya dengan membawanya masuk keruangan dalam kantor polisi tersebut. Kalau tidak entah bagaimana nasib anak saya yang saat itu tengah hamil besar.
Bapak Presiden yang saya muliakan,
Beberapa bulan setelah laporan saya, anak saya yang menjadi korban dilaporkan oleh istri pelaku dengan tuduhan telah berbuat zinah dengan suaminya di unit PPA Polresta Pontianak, unit yang juga menangani kasus yang saya laporkan.
Padahal anak saya dan beberapa saksi-saksi juga telah diperiksa berkali-kali oleh penyidik. Bahkan barang bukti berupa pakaian anak saya juga sudah disita penyidik. Tetapi perkara tersebut hingga saat ini tidak ada kejelasannya.
Dan sudah sejak Maret 2023 saya sudah tidak pernah lagi menerima pemberitahuan perkembangan perkara anak saya. Saya sedih bercampur bingung.
Presiden. Anak saya yang jelas-jelas menjadi korban dilaporkan menjadi pelaku perzinahan. Apakah memang perkara yang saya laporkan tentang persetubuhan pada anak dibawah umur harus dibarter dengan laporan perbuatan zinah. Pada hal anak saya telah dicabuli, dinodai, dirusak dan dihancurkan masa depannya? Apakah di negeri ini undang undang tidak berlaku untuk kami orang miskin?
Sebagai seorang ayah, saya merasa tidak lagi mempunyai harkat dan martabat sebagai manusia. Sebagai seorang laki-laki saya merasa tidak mampu melindungi dan menjaga anak perempuan saya. Betapa malangnya nasib saya, bapak Presiden.
Saya bisa menjaga hutan yang begitu luas dan memadamkan api yang membakarnya, tetapi saya gagal menjaga kehormatan anak saya. Sungguh sangat menyakitkan menjadi orang miskin.
Menjadi lebih hancur lagi hati, pikiran dan perasaan saya manakala hukum tidak sedikitpun berpihak kepada anak saya. Penyidik PPA meminta agar dilakukan test DNA pada anak bayi yang dilahirkan anak saya. Kata penyidiknya hal itu sesuai arahan dan petunjuk Kabag Wasidik Dit Reskrim Umum Polda Kalimantan Barat dan harus mereka lakukan.
Sungguh mereka juga telah merendahkan kami sebagai manusia. Anak saya bukanlah seorang pelacur yang menjual dirinya ke banyak laki-laki. Dan sejujurnya, kami sekeluarga juga tidak membutuhkan pengakuan pelaku atas bayi yang dilahirkan anak saya.
Kami butuh keadilan ditegakkan atas perbuatan bejat pelaku pada anak saya hingga hamil dan melahirkan. Harus kemana lagi kah saya mengadukan nasib anak saya, jika polisinya juga sudah tidak lagi punya hati nurani?
Bapak Presiden yang saya kagumi,
Jika hukum tidak lagi bisa ditegakkan, kemana lagi kami harus berharap mendapatkan keadilan? Apakah memang orang miskin seperti kami tidak layak hidup dan mendapat keadilan di negeri yang kami cintai ini?
Betapa saat ini saya menyadari bahwa perjuangan saya bertahun-tahun berjibaku menjaga hutan, memadamkan api di lahan yang terbakar, siang dan malam ditengah hutan hanya untuk membebaskan masyarakat dari sesaknya asap dan debu pembakaran, disengat panas dan teriknya matahari, terkadang bahkan tersambar api, sungguh tidak ada artinya manakala anak saya telah menjadi korban kebejatan tetangga sendiri dan hukum pun tidak mampu melindungi anak saya.
Saya dan keluarga sangat menderita lahir dan batin akibat perbuatan itu. Dimanakah hati nurani polisi yang menangani perkara anak saya? Apakah mereka tidak punya anak dan keluarga sehingga mereka memperlakukan saya seperti ini? Perkara anak saya digantung tidak jelas hanya karena meminta bukti dan pengakuan terhadap bayi yang dilahirkan anak saya, bukan pada bukti perbuatan bejat yg dilakukan pelaku.
Bapak Presiden yang saya cintai,
Saya ingin tegaskan kembali, anak saya bukanlah seorang perempuan nakal yang melacurkan dirinya pada banyak laki-laki sehingga dibutuhkan test DNA untuk mengakui itu anak pelaku. Kami sekeluarga tidak butuh pengakuan anak dari pelaku. Bahkan beberapa kali pelaku mengutus orang mendatangi saya menjanjikan memberikan uang Rp30 juta agar saya mencabut laporan polisi. Tapi itu tidak pernah saya gubris.
Sungguh keji, keluarga pelaku telah menginjak injak harkat dan martabat kami sebagai manusia dan telah mencoba membeli keadilan yang sedang kami perjuangkan. Kami tidak butuh apapun kecuali berharap mendapatkan keadilan atas perkara yang menimpa anak saya.
Mereka mungkin punya uang untuk membeli keadilan dan apa saja yang mereka inginkan tetapi mereka tidak akan mampu membeli luka yang sudah diperbuatnya. Saya dan keluarga hanya ingin ketenangan dan hidup normal tanpa ancaman dan intimidasi dari pelaku dan keluarganya yang saat ini masih bebas berkeliaran menebar fitnah-fitnah tentang anak saya.
Saat ini hanya keadilan yang kami butuhkan bapak Presiden. Sebagai bagian dari rakyatmu, dengan segenap hormat dan kerendahan hati, tolonglah saya bapak Presiden. Saya sengat membutuhkan keadilan atas perkara yang saya laporkan. Semoga bapak Presiden menolong saya, terima kasih.
Itulah isi surat terbuka yang ditulis oleh orangtua korban. Atas kasus anaknya yang hingga saat ini tak kunjung kejelasan. (hyd)
Discussion about this post