JURNALIS.co.id – Sejumlah petani plasma kelapa sawit Dusun Rejosari, Desa Pangeran, Kecamatan Silat Hilir, Kabupaten Kapuas Hulu terus berjuang bagaimana sertifikat tanah mereka yang ada di Koperasi Unit Desa (KUD) Asmoja dapat kembali.
Pasalnya, hingga hari ini sertifikat yang diserahkan oleh pihak perusahaan perkebunan kelapa sawit PT RAP kepada KUD Asmoja pada 2020 lalu tak kunjung diberikan kepada masyarakat.
“Saat KUD Asmoja ini kita minta kan sertifikat, mereka selalu beralasan jika sertifikat tersebut dalam proses pemecahan di BPN Kapuas Hulu. Padahal ketika dicek, tidak ada itu usulan untuk pemecahan sertifikat milik kami, ” kata Aditriono, salah satu Petani Plasma Sawit di Silat Hilir, Kamis (25/01/2024).
Aditriono mengatakan akibat sertifikat tak kunjung diberikan, lahan milik mereka kini diklaim oleh oknum masyarakat setempat. Sehingga mereka tidak bisa melakukan panen di lahan sendiri.
“Padahal pada tahun 2012 antara PT RAP dan KUD Asmoja melakukan kesepakatan, dimana salah satu poin kesepakatan tersebut menyebutkan jika sertifikat kebun plasma segera dikembalikan kepada petani,” ungkapnya.
Dikatakan Aditriono, ada enam lokasi yang diklaim oleh oknum masyarakat setempat. Mulai dari lahan plasma atas nama Suwarno 0,75 hektare, Khusnul Khotimah 1 hektare, Kaswati 1 hektare. Lahan mereka ini diklaim oleh Aboy warga setempat. Kemudian lahan milik Tohamin 1,75 hektare, Rasidin 1,75 hektare, Saniato 1,75 hektare. Kalau lahan ini diklaim oleh Fandi atas nama Salam.
Adanya pengklaiman ini, kata Aditriono, tentunya sebagai pemilik lahan tidak terima sehingga pihaknya melaporkan ke desa hingga polisi.
“Kita berharap dari pihak kepolisian dapat bertindak cepat menyelesaikan persoalan ini,” harapnya.
Petani lainnya Rasidin menyampaikan, sekitar 250 kapling lahan plasma milik petani warga transmigrasi yang bersertifikat di desa tersebut telah diserahkan oleh pihak perusahaan perkebunan kelapa sawit PT RAP kepada KUD Asmoja pada 2020 lalu.
Namun, setelah lahan beserta sertifikat diserahkan oleh pihak perusahaan PT RAP kepada KUD Asmoja, kemudian diambil alih oleh KUD Asmoja selama enam bulan yakni dari Januari hingga Juni 2021. Sehingga para petani banyak yang protes, meminta lahan tersebut untuk segera dibagikan kepada para petani.
“KUD Asmoja pun mengabulkan permintaan untuk pembagian atau penyerahan lahan tersebut kepada petani sejak Juni 2021 lalu, dengan pilihan dua opsi, yaitu apakah akan dikelola langsung oleh petani itu sendir atau dikelola oleh KUD Asmoja. Masyarakat pun memilih untuk mengelolanya sendiri. Tapi baru panen beberapa kali, tepatnya sekitar enam kali panen, lahan tersebut pun kemudian diklaim dan dipanen oleh seseorang yang bernama Pandi, yang mengatasnamakan Pak Salam,” kata Rasidin.
Rosidin menjelaskan, Pandi merupakan warga sekitar. Sedangkan pak Salam juga merupakan warga sekitar yang memiliki banyak tanah di wilayah tersebut.
“Permasalahan menjadi semakin rumit ketika si Pandi ini mengklaim lahan tersebut miliknya namun mengatasnamakan pak Salam. Kemudian si Pandi ini kabarnya menggadaikan lahan tersebut kepada Disun sebesar Rp20 juta,” jelasnya.
“Jadi, selama uang gadai sebesar Rp20 juta tersebut belum dikembalikan atau ditebus oleh Pandi kepada Disun, maka selama itu pula Disun masih memanen sawit milik petani sehingga sampai sekarang, yang lamanya sudah satu tahun lebih, Disun masih memanen sawit milik petani tersebut,” timpal Rosidin.
Anehnya lagi, lanjut Rosidin, Disun pernah datang ke rumahnya, untuk meminta uangnya dikembalikan. Padahal, masalah atau urusan sebelumnya soal gadai antara Pandi dan Disun, dirinya tidak mengetahui.
“Disun pernah datang ke rumah saya dan meminta uangnya yang berjumlah Rp20 juta itu dikembalikan oleh saya, dengan syarat bahwa lahan sawit dikembalikan kepada saya. Padahal saya di sini adalah korban,” katanya.
Rosidin mengaku tidak mengetahui apakah uang sebesar Rp20 juta yang diminta oleh Disun kepada dirinya tersebut, untuk per kapling lahan sawit atau keseluruhan dari lahan sawit milik petani yang ada.
Rosidin kembali memaparkan, lahan yang diserahkan KUD Asmoja kepada masyarakat tersebut tidak beserta sertifikatnya, di mana sertifikatnya masih dipegang oleh KUD Asmoja.
“Sudah berapa kali kami mengusulkan agar sertifikat diserahkan kepada petani masing-masing, namu pihak KUD Asmoja mengatakan masih dalam proses lebur untuk pembuatan sertifikat baru, Tapi berdasarkan keterangan dari pihak BPN bahwa belum ada usulan dari pihak KUD Asmoja kepada pihak BPN terkait peleburan sertifikat, yang sudah sekitar dua tahun ini,” paparnya.
Atas pengklaiman lahan yang dialami oleh para petani tersebut, para petani telah melakukan upaya untuk meminta keadilan, seperti mendatangi pihak KUD Asmoja, desa setempat, pihak Kecamatan dan Kepolisian setempat.
“Kalau dari Polsek sendiri sudah mengarahkan untuk melaporkan hal tersebut langsung ke Polres. Kami pun melaporkannya ke Polres Kapuas Hulu. Namun, sudah sekitar tiga bulan ini belum ada respon dari Polres Kapuas Hulu padahal laporan sudah diterima,” jelasnya.
Sementara Ketua KUD Asmoja, Hendrik, membantah bahwa sertifikat tanah para petani tersebut tidak dipegang oleh pihaknya, namun masih dipegang oleh perusahaan (PT RAP).
“Sampai saat ini pihak perusahaan PT RAP belum menyerahkan sertifikat tanah transmigrasi milik petani kepada KUD Asmoja,” ujar Hendrik.
Atas hal tersebut, Hendrik mengarahkan untuk melakukan konfirmasi kepada pihak perusahaan PT RAP.
“Kalau mau lebih jelas hubungi saja pihak perusahaan (PT RAP) untuk menanyakan masalah tersebut. Saya tidak bisa banyak komentar karena hal ini merupakan ranahnya perusahaan,” katanya.
Hendrik mengakui bahwa masalah sertifikat tersebut rumit karena merupakan sertifikat lahan transmigrasi yang terbit pada tahun 1984 silam, yakni Lahan Usaha (LU) 1 dan LU 2.
“Saat ini posisi LU 1 dan LU 2 tersebut apabila ditanyakan kepada para petani itu, maka apakah mereka tahu letak lahannya yang sesuai sertifikat itu dan mereka petani itu pun menempati sertifikat itu bukan sesuai dengan sertifikatnya,” ujarnya.
Selain letak lahan tersebut tidak diketahui oleh petani, lanjut Hendrik, penempatan lahan areal Plasma tersebut juga tidak sesuai sertifikat. Ia mencontohkan bahwa bisa jadi seseorang yang memiliki sertifikat tersebut menempati lahan orang lain karena letak lahan tidak sesuai dengan sertifikat.
“Kalau mau lebih jelas, hubungi saja pihak perusahaan dan BPN,” pungkasnya. (opik)
Discussion about this post