“Lahan warisan dari nenek saya itu luasnya 70 hektare. Lahan itu dikelola oleh nenek sejak tahun 1933 untuk perkebunan karet. 1979 Departemen Agraria mengeluarkan sertifikat hak pakai kepada nenek saya atas nama Kwan Boen Nio,” ujar Serva, Minggu 18 Agustus 2024.
JURNALIS.co.id – Serva Lie, warga Jalan Teluk Betung 1, Kelurahan Siantan Hilir, Kecamatan Pontianak Utara, Kota Pontianak, sedang berjuang mencari keadilan.
Lahan warisan dari neneknya seluas kurang lebih 70 hektare di Desa Durian, Kecamatan Sungai Ambawang, diserobot dan dikuasai oleh orang tak dikenal.
Pemilik tanah Serva Lie mengungkapkan, kasus penyerobotan lahan miliknya itu diketahuinya ketika dirinya mengajukan permohonan dari sertifikat hak pakai menjadi sertifikat hak milik ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Kubu Raya pada tahun 2007 silam.
“Lahan warisan dari nenek saya itu luasnya 70 hektare. Lahan itu dikelola oleh nenek sejak tahun 1933 untuk perkebunan karet. 1979 Departemen Agraria mengeluarkan sertifikat hak pakai kepada nenek saya atas nama Kwan Boen Nio,” ujar Serva, Minggu 18 Agustus 2024.
Serva menjelaskan, dari permohonan tersebut ternyata hanya 20 hektar lahan yang berada di bagian belakang, tepatnya di tepi sungai yang mendapat sertifikat hak milik. Sementara 20 hektare lainnya ternyata prosesnya jalan di tempat. Namun, setelah dilakukan pengecekan ternyata oleh Ahmadi (Ketua Ajudikasi BPN Kubu Raya) tanah tersebut sudah dibuatkan sertifikat atas nama keluarganya.
Serva mengaku bingung kenapa bisa lahan miliknya tiba-tiba dikuasai oleh keluarga orang badan pertanahan dengan bukti sertifikat. Tentu dugaannya telah terjadi pemalsuan dokumen yang dilakukan oknum badan pertanahan saat itu (Ahmadi).
“Munculnya sertifikat atas nama keluarga Ahmadi ini ternyata berdasarkan Surat Keterangan Tanah (SKT) dari Pemerintah Desa Durian,” ungkap Serva.
Namun, lanjut Serva, setelah dilakukan pemeriksaan, Kepala Desa Durian saat itu yakni Usman Faki pada November 2017 mengeluarkan surat berisikan bahwa Pemerintah Desa Durian tidak pernah mengeluarkan surat penyataan penguasaan tanah untuk keluarga Ahmadi.
“Keluarga Ahmadi yang namanya tercantum dalam sertifikat mengatakan akan mengembalikan tanah tersebut kepada saya. Mudah-mudahan itikad baik itu benar-benar dilakukan,” harap Serva.
Serva menyebutkan, selain 20 hektare lahan miliknya dikuasai oleh orang lain, terdapat 30 hektare lahan lainnya juga diserobot dan dikuasai oleh orang yang tidak memiliki hak. Orang-orang tersebut mengaku telah membeli tanah dari seseorang dan sudah mengantri SKT dari Pemerintah Desa Durian.
Serva mengungkapkan, ada orang yang mengaku sudah membeli tanah tersebut dari neneknya. Padahal ketika neneknya masih hidup dan dari keterangan pihak keluarga tanah seluas 30 hektar tersebut tidak pernah dijual kepada siapapun.
“Saya pernah dilihatkan kwitansi pembelian tanah yang saya duga itu kwitansi palsu. Karena dalam kuitansi itu tidak ada keterangan berapa luas tanah yang dijual. Bahkan saya menduga tandatangan nenek saya sudah dipalsukan,” terang Serva.
Serva menegaskan, atas kasus dugaan penyerobotan lahan yang dilakukan orang-orang tersebut, dirinya akan segera menempuh jalur hukum dengan membuat laporan dugaan tindak pidana penyerobotan lahan ke aparat penegak hukum. ***
(R/Ndi)
Discussion about this post