Hal ini menggambarkan tentang bagaimana kekuasaan dapat dimanipulasi oleh segelintir elit untuk kepentingan mereka sendiri, seringkali mengorbankan kepentingan publik dan memperkuat posisi dinasti politik.
JURNALIS.co.id – Tren politik dinasti atau dinasti politik menjadi topik bahasan anak muda di Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Fenomena politik kekerabatan ini menjadi sorotan lantaran berdampak buruk pada tatanan hidup berdemokrasi.
Hal ini mengemuka dalam Diskusi Interaktif yang dihelat oleh Firma Hukum Berliandy & Partners bersama Kolase.id di CW Coffee Tanjung Sari Pontianak, pada Selasa 10 September 2024.
Ratusan anak muda yang didominasi mahasiswa, jurnalis, Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP), aktivis, dan pengusaha muda turut hadir.
Diskusi dengan tema Masa Depan Kalbar dan Bayang-Bayang Politik Dinasti menghadirkan empat pemantik masing-masing Hermawansyah (Aktivis Gerakan Sosial), Lutfi Almutahar (Anggota DPRD Kota Pontianak), Amiruddin M Yamin (Ketua DPC Partai Hanura Kota Singkawang), dan H Ireng Maulana (Pengamat Politik), serta dipandu moderator Rizki Fadriani dari Kolase.id.
Ketua DPC Partai Hanura Kota Singkawang, Amiruddin M Yamin, menyoroti pentingnya partai politik melahirkan regenerasi bukan reproduksi politik.
“Dalam politik ada regenerasi, ada reproduksi. Regenerasi artinya orang yang mempunyai kompetensi, dan reproduksi adalah orang yang dipaksakan tanpa kompetensi,” katanya.
Amiruddin mencontohkan, saat berlangsungnya pemilihan Presiden dan Wakil Presiden RI.
“Itu contoh reproduksi politik. Kami dari parpol pasti akan melihat kompetensi, meskipun dia dekat dengan kekuasaan jika tidak ada kompetensi kami tidak akan pilih,” tegasnya.
Kendati demikian, pengamat politik H Ireng Maulana melihat dari perspektif yang berbeda. Ia mengungkapkan bahwa kompetensi seringkali tersisihkan oleh praktik transaksional politik (politik uang) yang berorientasi pada kekuasaan semata.
“Selama parpol masih membuka pintu pragmatis, praktik-praktik transaksi terhadap sumber daya akan terus ada. Sehingga dengan ilmu yang kita miliki pun yang bisa kita lakukan hanyalah menyerah karena kita tidak bisa mengakses sumber daya tersebut,” ujarnya.
Hal senada juga disampaikan oleh anggota DPRD Kota Pontianak Lutfi Almutahar. Menurutnya, siapa pun yang memiliki kendali atas kekuasaan akan mampu mengatur segala sesuatu sesuai dengan kehendaknya.
Hal ini menggambarkan tentang bagaimana kekuasaan dapat dimanipulasi oleh segelintir elit untuk kepentingan mereka sendiri, seringkali mengorbankan kepentingan publik dan memperkuat posisi dinasti politik.
Aktivis gerakan sosial, Hermawansyah, turut memberikan pandangannya terhadap kondisi politik saat ini. Ia mengajak peserta untuk tidak hanya melihat keadaan di permukaan, tetapi juga memahami dinamika yang lebih dalam di balik sistem politik yang ada.
“Sistem politik saat ini sulit dihindari dan memiliki dua sisi yang perlu dilihat secara kritis. Masyarakat sering kali tidak memiliki banyak pilihan dalam kontestasi politik karena desain politik yang berorientasi pada cara mudah untuk memenangkan kekuasaan. Namun, meskipun situasi politik terlihat sempit, masyarakat harus tetap optimistis dan mencari peluang perubahan,” jelas Hermawansyah.
Diskusi berakhir dengan sejumlah kesimpulan, diantaranya dapat mempertajam pengetahuan anak muda tentang praktik politik kekerabatan yang dapat mencederai nilai-nilai demokrasi.
Selain itu, diskusi semacam ini dapat memperkuat budaya politik berbasis kompetensi. Dengan demikian, sistem demokrasi dapat tumbuh lebih sehat, didukung pemimpin-pemimpin yang berkompeten dan berintegritas. ***
(R/Ndi)
Discussion about this post