Oleh: Moh Aswandi
KRIIIING… Alarm hanpdhone berbunyi panjang tepat pukul 03.30 Waktu Indonesia Bagian Barat. Ainun (40 tahun) bergegas bangun dari tidurnya. Dia menuju ke dapur mempersiapkan berbagai peralatan untuk menggoreng. Seperti menghidupkan kompor gas, menyiapkan wajan dan minyak goreng. Di atas meja sudah ada sekitar dua ratus butir kue korket dan dua ratus butir kue risoles isi kentang dan mie hun yang akan digoreng.
Ainun sudah siap dengan proses penggorengan. Korket dan risoles mulai digoreng dengan jumlah belasan butir hingga habis. Ainun kemudian menyusunnya ke tempat-tempat kecil yang sudah disediakan. Tepat pukul 05.30 WIB proses penggorengan dan penyusunan kue korket dan risoles selesai.
Wanita berhijab ini kemudian melakukan pengantaran ke sejumlah warung dan toko yang berada di sekitar jalan Imam Bonjol Pontianak Selatan dengan menggunakan motor. Untuk pengambilan uang penjualannya sendiri akan dilakukan pada esok harinya.
“Ada lima warung dan toko tempat penitipan. Rata-rata sekitar 20 butir. Dengan harga seribu rupiah per butir,” ujar wanita yang sudah belasan tahun membuat gorengan korket dan risoles ini, Senin (23/11/2020).
Setelah melakukan pengantaran ke lima lokasi warung dan toko tersebut, Ainun kemudian kembali ke rumahnya di kawasan Gang Kuantan, jalan Imam Bonjol Pontianak Selatan, untuk menyiapkan proses penggorengan lagi yang akan dibawa oleh dua orang penjual yang bergerak dari rumah ke rumah di kawasan jalan Imam Bonjol.
Untuk penjual pagi yang biasa dipanggil Mak Joya, Ainun telah menyiapkan sekitar 50 gorengan korket dan risoles. Sementara untuk penjual siang Ainun telah membuat sekitar 100 gorengan korket dan risoles yang dibawa oleh seorang lelaki paruh baya yang biasa dipanggil Pak Neng.
Mak Joya yang berjualan jalan kaki pada pagi hari dari Gang Kuantan hingga ke Gang Haji Ali Pontianak Selatan biasanya sebelum zuhur sudah pulang dengan dagangan yang habis terjual.
“Kalau Mak Joya yang bawa jualan kuenya jarang pulang, selalu habis. Dari harga seribu, Mak Joya mendapatkan imbalan dua ratus rupiah per butir, hanya dalam kondisi pendemi ini penjualan menurun, biasanya Mak Joya bawa 100 butir,” jelas wanita yang biasa disapa Mak Ai ini.
Untuk penjualan siang yang dibawa oleh Pak Neng agak sedikit banyak, biasanya diatas seratus butir. Pak Neng bergerak agak jauh, dari Gang Kuantan hingga ke jalan Parit Haji Husen satu, karena berjualan menggunakan sepeda. Menjelang magrib Pak Neng biasanya baru pulang.
“Kalau Pak Neng ini tergantung cuaca, kalau bagus biasanya habis, tapi kalau hujan biasanya masih tersisa,” ucap Ainun. Selain menjual korket dan risoles, mereka berdua juga membawa kue lainnya yang dititipkan kepada mereka.
Untuk menyiapkan bahan-bahan berjualan gorengan, biasanya sekitar pukul 09.00 WIB, Ainun pergi ke Pasar Flamboyan, membeli tepung, kentang, mie hun dan berbagai kebutuhan lainnya.
“Di situasi pandemi virus corona sekarang ini saya selalu memakai masker kalau ke pasar, dan mencuci tangan setelah pulang, alhamdulillah masih aman. Hanya menjaga jarak agak susah kalau di pasar,” ungkap Ainun.
Ainun sempat mengeluhkan ketersedian barang-barang di pasar dan harga yang tidak stabil.
“Untuk situasi sekarang ini harga barang di pasar pun tidak menentu, kadang naik, kadang turun. Barang-barang yang dicari juga kadang ada, kadang tidak ada,” ucap Ainun dengan lirih.
Setelah pulang dari pasar, Ainun pun menyiapkan gorengan untuk esok harinya. Mulai dari mengupas kentang, wortel, merendam mie hun dan menumisnya. Juga membuat kulit korket dan kulit risoles.
Ainun sempat mengeluhkan dengan situasi pendemi Covid-19 sekarang ini, namun dirinya pun pasrah, karena semua sektor usaha pun berdampak.
“Penjualan menurun, karena kurangnya pembeli. Buat biasanya lima ratus butir, saat ini hanya dua ratus hingga empat ratus butir, tergantung ada tidaknya pesanan. Sementara harga tidak bisa dinaikan, karena orang taunya harga gorengan seribu. Dulu bisa dapat dua ratusan ribu per hari, sekarang seratus pun susah,” ujar Ainun dengan dialek Melayu.
Penjualan sedikit terbantu dengan berpromosi di media sosial, namun juga tidak mampu mendongkrak penjualan sepenuhnya.
“Kadang ada yang pesan 50 atau 100 butir untuk acara arisan atau keluarga. Teman suami juga biasanya pesan-antar kalau ada acara ngumpul atau olah raga,” ujar Ainun yang memiliki satu anak wanita ini.
Ainun pun berharap pendemi virus covid-19 ini dapat segera berakhir, sehingga semua aktifitas dapat berjalan normal kembali. (*)
Discussion about this post