– Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (Sekum PP) Muhammadiyah, Prof Abdul Mu’ti menyampaikan, beberapa persoalan terkait keagamaan tidak tertangani dengan baik di periode kedua pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).
Pemerintah menurutnya lebih memilih pendekatan politis daripada hukum dalam menyelesaikan berbagai persoalan keagamaan.
“Padahal, persoalan keagamaan itu bisa juga diselesaikan secara kekeluargaan dengan musyawarah. Itu bisa jadi alternatif saya kira,” ujar Abdul Mu’ti dalam webinar Moya Institute bertajuk ‘Dua Tahun Jokowi-Ma’ruf Amin: Capaian, Harapan dan Tantangan’ di Jakarta, Senin (18/10/2021).
Sebagaimana dilansir dari Republika.co.id, Abdul Mu’ti juga memandang penyelesaian persoalan keagamaan melalui jalur hukum juga dinilai kurang efektif. Ia mencontohkan, pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Front Pembela Islam (FPI) yang juga tak menyelesaikan masalah.
“Justru para anggota dari kedua ormas yang dibubarkan itu, saya amati masih banyak yang beraktivitas seperti biasa. Dan tak sedikit yang menuai simpati masyarakat,” ujar Mu’ti.
Lebih lanjut, ia melihat, segregasi berdasarkan agama, juga lebih kental di era Jokowi, terutama sejak Pemilu 2019. Citra Jokowi sebagai pemimpin yang kurang dekat dengan umat Islam, kata dia, tidak bisa hilang meski Jokowi menggandeng KH Ma’ruf Amin sebagai wakil presiden.
Selain itu, Mu’ti juga menyoroti komunikasi antara Istana dan sejumlah kelompok keagamaan yang terjadi secara sporadis, dan tidak secara berkelanjutan. Sehingga muncul kesan, tokoh agama baru akan dilibatkan jika ada permasalahan. Jika tidak ada, tidak lagi dibutuhkan.
“Faktor komunikasi perlu diperbaiki, agar terjadi sebaik-baiknya. Komunikasi tidak sporadis, istilahnya seperti ‘pemadam kebakaran’. Komunikasi antara ulama dan umara perlu dibangun sebaik-baiknya,” kata guru besar UIN Syarif Hidayatullah ini. (Red)
Discussion about this post