JURNALIS.co.id – Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kapuas Hulu angkat bicara terkait penolakan masyarakat beberapa desa Kecamatan Kalis terhadap keberadaan PT TKM Biofuel Indonesia yang bergerak untuk membudidayakan rumput gajah ini.
Jika tujuan investor asal Jepang ini ingin benar-benar memberdayakan dan mensejahterakan masyarakat tentu mereka tidak akan menggunakan sistem beli tanah.
“Tetapi melakukan kemitraan yang benar-benar saling menguntungkan, masyarakat menanam dan perusahaan beli dengan masyarakat, sehingga masyarakat tidak kehilangan lahannya,” kata Ketua Badan Pelaksana Harian AMAN Kapuas Hulu Herkulanus Sutomo Manna, Selasa (22/02/2022).
Pria karib disapa Tomo ini mengatakan dirinya sudah dua kali mengikuti ritual Mamariang untuk melakukan penolakan terhadap kehadiran PT TKM. Melihat kondisi di lapangan, bahwa masyarakat tidak menerima sistem beli lahan yang akan diterapkan perusahaan. Alasan masyarakat tidak mau kehilangan wilayah adat mereka.
“Bahwa mereka mengatakan wilayah adat tersebut merupakn turun temurun dari nenek moyang dan itu harus dipertahankan,” ujarnya.
Lanjut Tomo, masuknya perusahaan Jepang ini ke Kapuas Hulu memang sesuai dengan prosedurnya bahwa sekarang adalah tahap sosialisasi perolehan lahan di masyarakat. Setelah perusahaan mendapatkan lahan, baru mereka mengurus izin penanaman.
“Setelah itu, izin industri dan terakhir baru penjualan produknya. Makanya sekarang tergantung dari masyarakat menerima atau menolak,” jelasnya.
Sambung Tomo, perusahaan sekarang ini masuk tahap sosialisasi. Jika masyarakat pemilik lahan setuju tentunya pihaknya tidak bisa berbuat apa-apa. Tetapi jika masyarakat tidak menerima, tetapi perusahaan memaksa, itu yang tidak benar,” pungkas Tomo. (opik)
Discussion about this post