JURNALIS.co.id – Terkait polemik antara PT Inti Sawit Lestari (ISL) BGA Group dengan sejumlah masyarakat Dusun Mambuk pasca ISL memenangi lelang lahan eks PT Benua Indah Group (BIG), saat ini muncul pertanyaan tentang pelepasan hak keperdataan aset eks PT BIG khususnya sekitar daerah Sungai Melayu.
Menanggapi hal tersebut, Direktur PT ISL, Riduan SP mengatakan bahwa pihaknya perlu menyampaikan penjelasan terkait persoalan ini agar semuanya semakin terang menderang.
Ada beberapa poin yang disampaikan, di antaranya mengenai aset eks PT BIG yang berupa lahan HGU seluas kurang lebih 11.518 Ha, Pabrik Kelapa Sawit, bangunan perumahan, kantor dan lain-lain di sekitar Kecamatan Sungai Melayu.
Semua itu, kata Riduan, diperoleh PT ISL (BGA Group) melalui lelang negara secara terbuka yang diselenggarakan oleh KPKNL Pontianak dan dilaksanakan Pengadilan Negeri Ketapang tanggal 8 April 2015. Selama proses lelang dan hingga kini tidak ada pihak yang menggugat keabsahan proses maupun dokumen lelang.
Kemudian, mengenai nilai penawaran lelang aset eks PT BIG yang diajukan PT ISL dan dinyatakan sebagai pemenang adalah sebesar Rp160.040.820.150 dan telah dibayarkan lunas pada tanggal 8 April 2015 .
“Dengan pelunasan pembayaran tersebut, maka hak keperdataan atas aset eks BIG telah dibebaskan dari pemilik lama dan beralih kepada PT ISL,” kata Riduan.
Selain itu, setelah melakukan sosialisasi massal yang terpusat di Sungai Melayu dan sosialisasi di semua desa di lingkungan perkebunan eks BIG, diperoleh fakta bahwa Pabrik Kelapa Sawit dan perumahan karyawan tidak dapat difungsikan.
Sedangkan berdasarkan idenfikasi di lapangan dapat diketahui luas tanaman inti sebesar kurang 4.600 Ha yang saat itu dikelola atau dipanen oleh masyarakat.
Berdasarkan hasil sosialisasi, masyarakat menyetujui untuk menyerahkan kebun inti seluas kurang 4.600 Ha yang dikelolanya kepada PT ISL. Untuk apresiasi kepada masyarakat yang menyerahkan kebun inti, PT ISL memberikan ganti rugi berupa tali asih untuk kebun inti seluas kurang lebih 4.600 Ha, sekaligus melepaskan hak keperdataan masyarakat atas pengelolaan kebun inti itu.
“Di samping areal tanam eks BIG juga terdapat areal kosong di dalam HGU yang belum ditanam dilakukan ganti rugi juga, sebelum dilakukan penanaman, sehingga total luas areal HGU yang dibebaskan seluas kurang 5.500,16 Ha,” paparnya.
Riduan menambahkan, kalau berdasarkan data rincian ganti rugi dengan pola tali asih untuk PT RSM eks PT BMI, di antaranya di Desa Segar Wangi, termasuk Dusun Mambuk sebanyak 358 orang dengan total pembayaran sebesar Rp2.536.660.000 untuk luas lahan 922,88 Ha.
Setelah pembayaran tali asih, pihaknya melakukan replanting untuk seluruh tanaman inti eks BIG seluas kurang lebih 3.654,47 Ha. Lantaran kondisi fisik tanaman di lapangan yang sudah tua dan rusak serta rendahnya populasi tanaman.
Selain itu, fakta di lapangan menunjukkan bahwa tanaman inti eks BIG yang berusia sekitar 20 tahun dikelola terus menerus oleh perusahaan sebelum BIG vacum operasional. Artinya bahwa kebun inti BIG tersebut diakui eksistensinya oleh masyarakat dan para pihak lainnya.
“Hal tersebut juga dikuatkan fakta bahwa kebun inti yang dikelola masyarakat selama BIG vacum operasional, setelah PT ISL memenangkan lelang kebun tersebut diserahkan kepada PT ISL,” ungkapnya.
Mengenai adanya klaim dari kelompok masyarakat Desa Segar Wangi, khususnya Dusun Mambuk atas areal yang telah di replanting sekitar umur 3-4 tahun menjadi hal aneh. Karena areal tersebut eks kebun inti BIG yang berusia sekitar 20 tahun dan diperoleh dari lelang negara.
Di samping itu, areal tersebut juga telah dibayarkan ganti rugi pola tali asih untuk melepaskan hak keperdataan masyarakat yang mengelola kebun inti eks BIG selama vacum.
Oleh karenanya, pada kebun inti PT ISL yang telah dibebaskan hak keperdataannya melalui lelang negara dan pembayaran tali asih kepada masyarakat juga telah dilakukan replanting.
Saat ini, berembus gunjingan bahwa pada areal yang telah direplanting tersebut ada penerbitan SHM masyarakat melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap diterbitkan oleh ATR/BPN.
Tentu, sambung dia, menjadi pertanyaan apa dasar penertiban SHM tersebut. Padahal areal itu telah dibebaskan hak keperdataanya melalui ganti rugi pola tali asih kepada masyarakat dan melalui lelang negara.
“Untuk kepastian hal ini akan dikonsultasikan dengan ATR/BPN Ketapang,” timpalnya. (lim)
Discussion about this post