JURNALIS.co.id – Khai Min Direktur PT Borneo Mandiri Mineral angkat bicara terkait berita keberadaan Warga Negara Asing (WNA) Tiongkok di Kecamatan Mentebah dikeluhkan warga karena dianggap mengincar tambang Kabupaten Kapuas Hulu.
“Perusahaan menggunakan Tenaga Kerja Asing (TKA) Tiongkok sebagai staf ahli dan semuanya resmi serta memiliki Izin Tinggal Terbatas (ITAS),” katanya, Jumat (11/11/2022).
Khai Min menyampaikan perusahaan ada menugaskan beberapa TKA ke Kapuas Hulu untuk mengecek kondisi mesin dan peralatan di Simpang Empat Suruk Kecamatan Bunut Hulu. Sekalian survei apakah kondisi dan jalan sudah siap untuk dilakukan mobilisasi alat ke dalam lokasi tambang. Untuk melakukan pekerjaan ini hanya dibutuhkan 2 hingga 3 hari.
“Kita bukan hanya sekedar survei saja, tapi kami pihak perusahaan juga membantu warga di sana memperbaiki jembatan,” ucapnya.
Mengenai jumlah TKA yang datang, kata Khai Min, pertama kali memang ada tiga orang. Pada waktu itu mereka menginap di Hotel Banana Putussibau. Untuk kedatangan yang kedua ada tiga orang.
“Untuk sekali ini kita menginap di rumah yang sudah disewa di Desa Tanjung Intan. Waktu itu sampai di Mentebah hari Jumat, kami ada lapor ke Imigrasi dan Polsek,” ujarnya.
Lanjut Khai Min, keesokan harinya pihaknya melapor ke Kepala Desa, tapi tidak diterima alasannya Sabtu karena bukan hari kerja. Sehingga dari desa meminta untuk lapor orang asing ini hari Senin.
“Kita tidak jadi lapor karena Minggu kita sudah pulang ke Pontianak karena pekerjaan survei sudah selesai. Sekarang 4 TKA kita datang lagi ke Kapuas Hulu, tapi tidak menginap di Desa Tanjung Intan Kecamatan Mentabah melainkan menginap di Desa Nanga Suruk Kecamatan Bunut Hulu,” terangnya.
Sambung dia, di dalam berita yang beredar disebutkan adanya keluhan dari warga terhadap TKA yang mereka bawa, karena TKA ini tidak dianggap membaur dengan masyarakat.
“Justru saya mau bertanya apakah ini benar keluhan dari warga. Karena TKA kalau datang survei paling 2 sampai 3 hari, pergi pagi pulang malam. Bukan kita menutup diri. Tetapi TKA tidak bisa bahasa Indonesia dan warga sekitar juga tidak bisa Bahasa Mandarin. Jadi berkomunikasi saja tak bisa, bagaimana bisa membaur dengan masyarakat,” pungkas Khai Min. (opik)
Discussion about this post