JURNALIS.co.id – Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak, yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo, mengatakan, Kalimantan Barat (Kalbar) merupakan satu dari 12 provinsi yang memiliki kasus stunting tertinggi di Indonesia pada tahun 2022. Berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, kasus stunting tinggi berada di Kubu Raya, Sintang, Melawi dan Sambas.
Kubu Raya jadi daerah kasus terbesar, karena kasusnya di atas 40 persen. Sementara Sintang, Melawi dan Sambas di atas 30 persen.
Kemudian, sepuluh kabupaten dan kota berstatus kuning dengan prevalensi (indikator mengukur persentase anak balita yang tingginya dibawah ketinggian rata-rata penduduk acuan) 20 hingga 30 persen. Jika diurut dari yang memiliki prevalensi tertinggi hingga terendah mencakup Mempawah, Kapuas Hulu, Landak, Bengkayang, Sekadau, Sanggau, Kayong Utara, Kota Pontianak, Ketapang dan Kota Singkawang. Bahkan, Mempawah dengan prevalensi 29,7 persen, nyaris berkategori merah.
Tidak ada satu pun kabupaten atau kota di Kalbar yang berstatus hijau dan biru, yakni dengan hijau berpravelensi 10 sampai 20 persen dan biru untuk prevalensi di bawah 10 persen. Hanya Kota Singkawang yang memiliki angka prevalensi terendah dari seluruh wilayah di Kalbar dengan prevalensi 22,3 persen.
Agar sesuai dengan target nasional penurunan angka stunting 14 persen, maka laju penurunan stunting per tahun harus di kisaran 3,4 persen. Dengan melihat kondisi aktual yang terjadi saat ini, Pemerintah Provinsi Kalbar ditagih komitmennya pada 2024 agar tidak ada kabupaten dan kota di wilayah Kalbar yang berstatus merah dalam stunting.
Menurut Hasto, persoalan stunting sendiri bukanlah karena kutukan. Sebab, stunting merupakan sebuah kondisi gagal pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak-anak akibat kurangnya asupan gizi dalam waktu lama, infeksi berulang dan stimulasi psikososial yang tidak memadai terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan.
“Probematika stunting akan menyebabkan kesenjangan kesejahteraan yang semakin buruk. Stunting menyebabkan kemiskinan antar generasi yang berkelanjutan. Selain itu stunting dapat meningkatkan resiko kerusakan otak, dan menjadi pemicu penderitanya terkena penyakit metabolik seperti diabetes juga penyakit yang berkaitan dengan jantung pada penderitanya di masa dewasa,” kata Hasto Wardoyo saat BKKBN menggelar Sosialisasi Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting (RAN PASTI) di Pontianak, pada Senin 14 Maret 2022, seperti dikutip dari voi.id.
Dengan ancaman kesehatan dan kecerdasan, maka generasi yang terkena stunting akan mengalami berbagai permasalahan dalam menghadapi tantangan kehidupan yang semakin beragam kedepannya.
Menurut Hasto, sebagai upaya untuk mencegah stunting pada bayi yang baru lahir, BKKBN bekerjasama dengan Kementerian serta Lembaga terkait yang tergabung dalam Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) membuat program wajib pendampingan dan konseling untuk para calon pengantin.
Program Pendampingan bagi calon pengantin ini dilakukan dengan didahului oleh pemeriksaan kesehatan dasar oleh para calon pengantin yang meliputi tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas dan kadar Hb yang dilakukan minimal tiga bulan sebelum menikah.
Dana Untuk Percepatan Penurunan Stunting Telah Tersedia
BKKBN yang diberi amanah Presiden Joko Widodo sebagai Ketua Pelaksana TPPS sesuai Peraturan Presiden Nomor 72/2021, melalui Sosialisasi RAN PASTI memberi penjelasan mengenai mekanisme tata kerja percepatan penurunan stunting di tingkat provinsi, kabupaten dan kota serta desa. Pembentukan Tim Percepatan Penurunan Stunting di seluruh Kalbar “harus” segera dituntaskan di Bulan Maret 2022 agar dana yang telah dialokasikan bisa terserap maksimal dan tepat sasaran.
“Begitu usai sosialisasi ini, saya akan memastikan Tim Percepatan Penurunan Stunting di Kabupaten Kapuas Hulu segera terbentuk. Saya akan libatkan tokoh masyarakat, tokoh agama, kaum muda dan aparat saya untuk memastikan stunting harus berkurang. Kapuas Hulu yang mempunya prevalensi stunting di angka 28,9 persen saya targetkan turun di tahun depan, tentu dengan arahan BKKBN,” kata Bupati Kapuas Hulu Fransiskus Diaan yang hadir dalam pertemuan tersebut.
Dalam Sosialisasi RAN PASTI ini juga dibahas mengenai pemantuan, pelaporan serta evaluasi. Dan yang tidak kalah pentingnya lagi, skenario “pendanaan” stunting di daerah juga termasuk yang disosialisasikan. Indikator penurunan stunting akan menjadi salahsatu parameter keberhasilan kepala daerah dalam mensejahterakan warganya dan menghelat kemajuan pembangunan daerah.
Dalam Sosialisasi RAN PASTI ini menghadirkan para pembicara dari BKKBN serta para Wakil Ketua Pelaksana Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Pusat dari unsur Sekretariat Wakil Presiden, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Dalam Negeri serta Kementerian Kesehatan.
Kalbar Masuk Provinsi Prioritas Percepatan Penurunan Stunting
Sementara itu, Asisten Deputi Ketahanan Gizi dan Promosi Kesehatan Kemenko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Jelsi Natalia Marampa, mengungkapkan, Kalbar adalah salahsatu provinsi prioritas percepatan penurunan stunting dengan angka prevalensi stunting ketujuh tertinggi setelah NTT, Sulbar, Aceh, Sultra, Kalsel, dan NTB. Angka prevalensi stunting di provinsi Kalbar masih berada pada angka 29,8 persen. Angka ini termasuk kategori tinggi menurut WHO yakni 20-30 persen. Sementara nasional berada di angka 24,4 persen.
Hal tersebut disampaikannya dalam Kegiatan Pendampingan Terpadu Percepatan Penurunan Stunting untuk Provinsi Kalbar di Pontianak, pada Rabu 19 Oktober 2022.
Asisten Deputi Ketahanan Gizi dan Promosi Kesehatan Kemenko PMK, Jelsi Natalia Marampa, mengatakan, perlu komitmen yang tinggi dari semua pihak untuk mempercepat penurunan stunting di daerah. Menurut Jelsi, koordinasi antar sektor di daerah harus ditingkatkan dengan optimalisasi peran dan fungsi TPPS serta peningkatan peran Tim Pendamping Keluarga.
Selain itu, Asdep Jelsi mengatakan, Pemerintah Daerah harus melakukan perencanaan dan penganggaran untuk pelaksanaan penanganan stunting yang dilakukan TPPS, serta intervensi yang dilakukan harus tepat sasaran pada lokus prioritas stunting.
“Pelibatan Perguruan Tinggi, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, private sektor dan media juga harus dilakukan daerah,” ujar Asdep Jelsi, saat menyampaikan sambutan mewakili Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK, Agus Suprapto, seperti dilansir dari kemenkopmk.go.id.
Menambah penjelasan Jelsi, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Sekretarian Wakil Presiden, Suprayoga Hadi, menyampaikan, bahwa komitmen pemerintah daerah sangat penting dalam upaya percepatan penurunan stunting di daerahnya. Menurutnya masih ditemukan adanya kendala-kendala dalam pelaksanaan di daerah, seperti kendala terkait tata kelola, kendala dalam intervensi spesifik dan beberapa kendala terkait intervensi sensitif.
Pada kegiatan tersebut, Wakil Gubernur Provinsi Kalbar, Ria Norsan, menyampaikan komitmennya untuk mempercepat penurunan stunting dan mencapai target 17 persen tahun 2023. Hal itu kemudian diikuti penyampaian komitmen para Bupati dan Wali Kota dari enam kabupaten kota yang hadir, yakni Wali Kota Pontianak, Bupati Kubu Raya, Wakil Wali Kota Singkawang, Wakil Bupati Bengkayang dan Bupati Landak yang diwakili Sekda.
Penyampain komitmen Wakil Gubernur dan Wali Kota serta Bupati dituangkan dalam aksi nyata percepatan penurunan stunting oleh setiap Kepala OPD yang hadir dalam bentuk rencana kerja pasca Pendampingan Terpadu Percepatan Penurunan Stunting yang selanjutnya akan dipantau secara berkesinambungan oleh Kemenko PMK bersama Sekretariat Wakil Presiden dan kementerian atau lembaga terkait.
Berharap Target Penurunan Stunting Bisa Tercapai
Untuk mencapai target penurunan angka stunting, Pemerintah Provinsi Kalbar menggelar acara Rapat Koordinasi dan Evaluasi Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di Pontianak, pada Kamis 22 Desember 2022.
Kegiatan Rapat Koordinasi TPPS Tahun 2022 dibuka secara langsung oleh Ketua TPPS Kalbar yang juga sebagai Wakil Gubernur Kalbar, Ria Norsan, dengan diikuti oleh kurang lebih 60 orang peserta, yang terdiri dari Wakil Bupati dan Wakil Wali Kota se-Kalbar selaku Ketua Pelaksana TPPS Kabupaten/Kota.
Usai membuka Rakor tersebut, Wagub Kalbar mengatakan, bahwa hanya 50 persen masyarakat mengetahui tentang Stunting. Ia menerangkan salahsatu ciri-ciri anak menderita stunting yaitu anak lahir kurang dari 2,5 kilogram dan panjang tidak sampai 48 centimeter.
“Memang belum tentu anak yang pendek dan kurus itu stunting, jadi anak yang stunting ini dari fisiknya pertumbuhannya tidak normal, dari IQ nya juga lemah,” jelas Ria Norsan.
Bupati Mempawah dua periode ini menuturkan, untuk sementara di Kalbar angka stunting tertinggi yaitu berada di Kabupaten Kubu Raya, tepatnya di Desa Lingga Sungai Ambawang. Menurutnya, lokasi penduduk sangat mempengaruhi.
Orang nomor dua di Kalbar ini pun mengakui pada tahun 2021 jumlah stunting di Kalbar berada pada angka 29,8 persen.
“Mudah-mudahan di Tahun 2023 nanti kita sudah turun mendekati 17 persen. Program kedepannya kita akan pacu tim TPPS ini kemudian berinovasi, dan tetap terus memantau perkembangan penekanan angka stunting yang ada,” pungkasnya. ***
(voi.id/kemenkopmk.go.id/Prokopim Pemprov Kalbar/Ndi)
Discussion about this post