JURNALIS.co.id – Pihak perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Batu Rijal Perkasa (BRP) yang berlokasi di wilayah Desa Nanga Suruk Kecamatan Bunut Hulu Kabupaten Kapuas Hulu membantah tudingan telah menggarap lahan milik warga Desa Semangut Utara dan Desa Nanga Semangut sebagaimana diberitakan sebelumnya.
Humas PT BRP, Ramadhan mengatakan penggarapan lahan yang dilakukan oleh pihak perusahaan sudah melalui tahapan-tahapan yang cukup Panjang. Akhirnya diperoleh lah lahan yang telah sesuai dengan mekanisme hingga dilakukan penggarapan.
“Setelah lahan tersebut diperoleh dari pihak Desa Nanga Suruk, yang tentunya melalui tahapan-tahapan seperti musyawarah maupun sosialisasi dengan masyarakat setempat terkait perjanjian maupun sistem (pola) bagi hasil antara pihak perusahaan dengan masyarakat hingga menemukan kata sepakat, maka kami memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan penggarapan karena lahan tersebut telah diserahkan oleh pihak Desa Nanga Suruk selaku pemilik wiliayah administrasi kepada kami selaku pihak perusahaan, atas persetujuan masyarakat setempat,” terangnya, Kamis (11/05/2023).
Ramadhan menyayangkan adanya kalimat semena-mena yang dilontarkan masyarakat terhadap PT BRP dalam melakukan pembabatan ribuan pohon karet di atas lahan yang diklaim milik warga Desa Semangut Utara dan Desa Nanga Semangut.
“Ketika kami sudah melakukan penggarapan lahan, artinya lahan tersebut sudah tidak ada masalah, karena kami selaku pihak perusahaan, khususnya PT BRP sudah melihat dokumen dari pihak desa selaku pemilik aset lahan dan selaku pemilik wilayah administrasi. Jadi, kami melakukan penggarapan lahan sudah sesuai mekanisme,” ujar Ramadhan.
Sementara Amjat, Kepala Desa Nanga Suruk mengatakan bahwa lahan yang diserahkan kepada PT BRP tersebut merupakan milik Desa Nanga Suruk. Selain merupakan aset desa, juga berada di wilayah administrasi Desa Nanga Suruk.
“Justru warga Desa Semangut Utara dan Desa Nanga Semangut yang mengklaim memiliki tanam tumbuh di atas lahan (tanah) tersebut lah yang menyerobot tanah tanah milik Desa Nanga Suruk,” sebutnya.
Namun, kata Amjat, pihaknya membuka diri untuk menerima masukan dari masyarakat Desa Semangut Utara maupun Desa Nanga Semangut yang mengklaim memiliki tanam tumbuh di atas tanah Desa Nanga Suruk tersebut.
Amjat juga mengaku mengetahui adanya tanaman (pohon) karet di lahan tersebut. Namun dirinya tidak mengetahui siapa pemiliknya.
“Sejak tahun 2008 lalu dan terakhir tahun 2018, pihak Desa Nanga Suruk, telah memberikan surat imbauan kepada pihak Desa Semangut, yang isinya yaitu meminta kepada warga Desa Semangut, untuk tidak lagi melakukan tanam tumbuh, khususnya tanaman keras di lahan tersebut, namun kalau hanya sekadar untuk berladang dipersilahkan. Karena, tanam tumbuh ini secara kasat mata memang seakan-akan seperti hak milik, namun secara aspek legalitas tidak,” jelasnya.
Amjat menuturkan tujuan dari surat imbauan yang berikan kepada pihak Desa Semangut tersebut untuk mengantisipasi kasus atau hal-hal tidak diinginkan yang bakal terjadi seperti saat ini. Selain itu, dibuatnya surat imbauan tersebut juga karena mereka tidak pernah melapor kepada pihak Desa Nanga Suruk untuk melakukan aktivitas tanam tumbuh di lahan milik Desa Nanga Suruk. Sehingga mau tidak mau pihak Desa Nanga Suruk melayangkan surat imbauan.
“Yang menjadi kekhawatiran kita meskipun telah diantisipasi sebelumnya akhirnya terjadi juga, namun kita selaku pihak pemilik lahan akan mengadakan pertemuan dalam waktu dekat dengan mengundang pihak-pihak yang juga mengaku memiliki lahan di situ, agar mendapatkan solusi sehingga semua masalah segera selesai,” tutur Amjat.
Amjat juga menampik bahwa dirinya selalu menghindar ketika ada warga Desa Semangut Utara yang mengaku memiliki tanam tumbuh di lahan tersebut akan menemuinya. Justru warga Desa Semangut Utara tidak pernah berupaya untuk datang ke kantor Desa Nanga Suruk untuk mempertanyakan masalah tersebut padahal dirinya selalu membuka diri.
“Saya tidak pernah menghindar sebagaimana dikatakan oleh mereka, melainkan saya selalu membuka diri dan selalu berusaha untuk mencari solusi terkait masalah ini,” ucap Amjat.
Pada kesempatan sama, Ketua Adat Desa Nanga Suruk, H Muhammad Yusri Yusuf menyampaikan asal usul tanah yang berlokasi di wilayah Desa Nanga Suruk tersebut. Saat dirinya menjabat sebagai Kepala Desa Nanga Suruk kala itu, bahwa lahan tersebut memang merupakan lahan milik Desa Nanga Suruk, bukan milik Desa Semangut Utara. Di mana Desa Semangut Utara merupakan desa hasil pemekaran dari Desa Semangut.
“Saat Rokan (perkebunan kakao) masuk pertama kalinya di lahan tersebut, saya yang menjadi Kepala Desa saat itu sehingga tahu betul asal usul dari tanah tersebut,” jelas Yusri.
Sebagaimana diketahui, lahan milik masyarakat dan aset Desa Nanga Suruk yang diserahkan kepada PT BRP seluas sekitar 200 hektare. Adanya masalah tersebut, pihak PT BRP menghentikan aktivitas sementara waktu, menunggu keputusan setelah pertemuan antara pihak Desa Nanga Suruk dengan masyarakat Desa Semangut Utara dan Desa Nanga Semangut dalam waktu dekat. (opik)
Discussion about this post