Oleh: Rosadi Jamani
CERITA Jokowi yang dilempar sandal oleh wanita masih hangat dibicarakan. Nekat tu wanita, presiden berani dilemparnya. Banyak bertanya-tanya kenapa wanita itu senekat itu?
Terungkap, nama wanita itu, Roida Tampubolon. Warga Pulobrayan Kota Medan. Ternyata ia punya dendam sama polisi.
Roida Tampubolon diketahui bermukim di kawasan Pulobrayan, Kota Medan. Ia dikabarkan beberapa kali mengadukan dua oknum polisi yang diduga meminta ‘uang’ (pungli) saat buat laporan Polisi. Bahkan, ia menyebut dirinya mendapat ancaman oknum polisi karena merekam dugaan pungli di Polsek Percutseituan.
Roida juga pernah tidur ke kantor polisi bersama anaknya hanya menuntut kejelasan laporannya tersebut. Tapi, semua diabaikan polisi. Makanya, ia nekat. Ketemu Presiden Jokowi salah satu cara menuntut keadilan.
Sayangnya, sebelum ketemu ia harus berhadapan dengan Paspampres. Terjadilah insiden kemarin itu. Paham ya kenapa Roida melakukan aksi nekat, gara-gara soal keadilan.
Ini yang mau dibahas, soal keadilan hukum. Bukan rahasia lagi, banyak laporan warga yang tidak ditindaklanjuti polisi. Bukan berarti semuanya ya. Yang dialami Roida, polisi penegak hukum yang dilaporkan. Polisi dilaporkan ke polisi. Kira-kira begitu.
Bisa ditebak, sangat berat laporan itu diproses. Padahal, bukti video punglinya ada. Itu versi Roida. Bila ini benar, wajar bila mencari keadilan.
Lagi-lagi soal keadilan. Hukum tumpul ke atas, tajam ke bawah, sudah sangat lumrah. Lapor kehilangan ayam, malah hilang sapi. Hukum tidak lagi jadi panglima. Ungkapan tersebut bukan klise semata, melainkan sebuah fenomena. Betapa susahnya orang kecil mencari keadilan hukum.
Kasus Ferdi Sambo begitu menyayat nurani rakyat. Begitu susahnya menjebloskannya ke penjara, disidangkan berbulan-bulan, dijatuhi hukuman mati. Endingnya malah vonis mati dikorting jadi penjara seumur hidup. Suek benar dah.
Rasanya gimana ya, hukum loyo di mata orang-orang yang konon katanya masih memiliki duit melimpah ini. Giliran maling kotak amal, digebukin massa sampai bonyok, kasihan lihatnya.
Gimana sebaiknya? Memang tak semua laporan diproses, saya setuju itu. Misal kasus bertengkar antartetangga, atau maki-makian di WA, fitnah sembarangan, bila dilaporkan ke polisi, ada baiknya didamaikan.
Polisi sering mendamaikan hal beginian. Termasuk yang heboh di Mempawah kemarin, adik Bupati memukul kawannya. Lapor polisi, lalu polisi mendamaikan. Sukses. Ini juga patut diapresiasi. Damai itu indah.
Beda dengan Masriah, pelempar tinja ke tetangganya. Dilaporkan ke polisi, tak mau damai, diproses hukum, disidangkan, divonis sebulan penjara. Sebulan dipenjara dikira membuatnya tobat, malah tidak. Masih ngercokin tetangganya. Penjara ternyata bukan tempat menyadarkan orang seperti Masriah ini.
Banyak fenomena hukum di negeri ini. Kadang dikasarkan pun salah. Dilembutkan juga salah. Pada akhirnya, jalan terbaik jangan berurusan dengan hukum.
Kalau bisa damai, ambil jalan itu. Tetap berusaha jadi orang baik dan penyabar. Itu saja sih dari saya wak. Happy monday. (*)
*Penulis: Ketua Satupena Kalbar
Discussion about this post