JURNALIS.co.id – Mantan Direktur PT Rahmat Putra Ranadiwangsa (RPR), Iszhar Suhada divonis tiga tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Pontianak, Jumat (01/09/2023).
Sidang pembacaan putusan yang dipimpin Hakim Ketua, Nani Priska dengan dua hakim anggota, Nuryanti dan Deni Ikhwan menilai terdakwa Iszhar Suhada terbukti melakukan penggelapan sesuai dengan pasal 372 KUHP berupa penggelapan uang investasi proyek pembangunan perumahan sebesar Rp1,3 miliar lebih.
Di mana terdakwa dinilai majelis hakim terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan penggelapan. Perbuatan tersebut dinilai telah memenuhi unsur pasal penggelapan yakni barang siapa yang sengaja memiliki dengan cara melawan hak suatu barang yang secara keseluruhan atau sebagian milik orang lain dan barang tersebut ada dalam tangannya bukan karena tindak kejahatan maka akan dihukum dengan tindakan penggelapan yang hukumannya penjara maksimal empat tahun.
Atas putusan itu majelis hakim memerintahkan terhadap terdakwa untuk tetap dilakukan penahanan. Putusan tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntut terdakwa divonis pidana penjara tiga tahun enam bulan.
Atas putusan tersebut, jaksa penuntut umum, Mindaryu menyatakan akan mengajukan banding. Setelah jaksa ditanya majelis hakim mengenai sikap penuntut umum terhadap putusan tersebut.
“Kami akan ajukan banding yang mulia,” kata Mindaryu di hadapan majelis hakim.
Sementara pengacara terdakwa, Bayu Sukmadiansyah mengaku kecewa dengan putusan yang ditetapkan majelis hakim.
“Mau senang atau tidak senang, inilah keputusan majelis hakim yang harus diterima,” katanya.
Bayu menuturkan dari pertimbangan-pertimbangan dibacakan majelis hakim, uang yang menjadi objek perkara terbukti digunakan terdakwa untuk kepentingan pengembangan perusahaan. Bukan untuk kepentingan pribadi. Maka, menjadi pertanyaan pihaknya, ketika objek perkara terbukti digunakan untuk kepentingan perusahaan, kliennya malah divonis bersalah.
Bahkan, lanjut Bayu, dalam fakta persidangan terungkap jelas terdakwa tidak mendapat keuntungan apapun dari mengelola uang tersebut. Sehingga niat jahat terdakwa untuk menguasai uang tersebut tidak terbukti.
“Putusan majelis hakim ini menjadi bukti bahwa peradilan sedang tidak baik-baik saja,” tegasnya.
Bayu menyatakan pihaknya akan mempelajari salinan putusan hakim tersebut untuk kemudian akan mengajukan banding demi memperjuangkan keadilan terdakwa.
“Sikap penuntut umum yang langsung menyatakan banding di muka persidangan, itu hanya adegan saja,” pungkas Bayu.
Sementara itu, jaksa penuntut umum, Mindaryu ketika akan dikonfirmasi menolak untuk diwawancarai. (hyd)
Discussion about this post