JURNALIS.co.id – Kapuas Hulu merupakan Kabupaten konservasi, yakni sebagai wilayah administratif yang menyelenggarakan pembangunan berlandaskan pemanfaatan berkelanjutan, perlindungan sistem penyangga kehidupan dan pengawetan keanekaragaman hayati, untuk menjamin kesejahteraan dan hutan lestari.
Namun, status sebagai Kabupaten Konservasi tersebut berbanding terbalik dengan fakta sesungguhnya yang terjadi di lapangan, di mana hutan yang seharusnya dimanfaatkan dan dijaga dengan baik oleh seluruh stakeholder, malah dibabat tanpa melihat azas manfaatnya bagi masyarakat setempat.
Sebagaimana disampaikan warga Putussibau, Kabupaten Kapuas Hulu yang enggan disebutkan namanya, ia mengaku sangat prihatin atas aktivitas pembabatan kayu secara besar-besaran yang terjadi di hutan Kapuas Hulu pada umumnya.
“Jujur bahwa saya sangat menyayangkan dan prihatin atas adanya aktivitas pembalakan liar di hutan Kapuas Hulu ini. Mulai dari kayu besar bahkan sampai kayu kecil pun dibabat juga. Bagaimana nasib anak cucu kita nanti kalau hutan habis dibabat,” katanya baru-baru ini.
Ia mengatakan, kayu yang diambil dari hutan tersebut kebanyakan dibawa dan dijual ke luar daerah, seperti ke Pontianak bahkan kabarnya hingga ke Pulau Jawa.
“Kayu dari hutan Kapuas Hulu ini diduga dijual hingga ke luar daerah dan hanya menguntungkan segelintir orang saja, sementara hutan rusak dan diduga ini juga merupakan salah satu penyebab dari bencana alam yang terjadi selama ini seperti banjir dan tanah longsor,” ujarnya.
Ia menyampaikan, bahwa banyak sawmill yang izinnya tidak jelas, yang diduga merupakan penyebab dari maraknya pembabatan hutan akibat dari keserakahan segelintir orang.
“Sawmill-sawmil yang menjamur, khususnya di Kabupaten Kapuas Hulu ini izinnya patut dipertanyakan, karena mereka diduga mengambil kayu di luar perizinan,” tuturnya.
Ia mencontohkan, misalnya letak sawmill di desa A, namun pengambilan kayu di desa B, bahkan di Kecamatan lain, yang artinya sudah menyalahi izin.
“Ini bukan rahasia lagi. Bahkan mereka diduga mengambil kayu di kawasan hutan lindung dan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) serta hutan produksi terbatas (HPT),” paparnya.
Disinggung terkait apakah ada oknum tertentu yang terlibat, yang memfasilitasi maupun yang membekingi kegiatan tersebut, ia menduga bahwa ada oknum. Karena, kata dia, tidak mungkin kegiatan tersebut bisa berjalan lancar dan berlangsung lama apabila tidak ada campur tangan dari oknum tertentu.
“Kita patut menduga bahwa adanya keterlibatan dari para oknum, buktinya aktivitas ini berlangsung lama dan lancar-lancar saja,” tuturnya.
Selaku warga Kapuas Hulu, ia berharap kepada pihak terkait, khususnya Kementerian Kehutanan, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di masing-masing wilayah, baik wilayah Kapuas Hulu Utara, Timur maupun Selatan, pihak Kepolisian hingga TNI, agar pembabatan hutan segera dihentikan dan apabila ada oknum yang terlibat harus ditindak tegas sesuai hukum yang berlaku.
“Saya minta penebangan liar di Kapuas Hulu ini segera dihentikan. Jangan sampai berlarut-larut. Karena kalau hutan kita gundul, bagaimana nasib anak cucu kita nantinya,” ungkapnya.
Menurutnya, hal tersebut ia akui semata-mata karena kecintaannya terhadap hutan di daerahnya, untuk kepentingan generasi ke depan.
“Kalau hutan kita dibabat terus-menerus tentunya bisa berbahaya bagi keberlangsungan hidup ke depannya. Saya ingin semua sadar bahwa pembabatan hutan ini hanya menguntungkan segelintir orang saja. Jangan hanya karena keserakahan segelintir orang, kita mengorbankan generasi penerus kita. Kalau bukan kita yang menghentikannya mulai saat ini siapa dan kapan lagi,” ungkap dia.
Sementara itu, seorang warga Kabupaten Sambas yang bekerja sebagai pemotong kayu menggunakan mesin chainsaw (senso) di salah satu wilayah di Kapuas Hulu mengaku bahwa dirinya hanya seorang pekerja yang bekerja pada seseorang yang merupakan bos kayu di wilayah tersebut.
“Saya baru sekitar dua bulan bekerja di daerah ini sebagai tukang senso,” katanya, ditemui di tempat penyimpanan kayu, di wilayah Kapuas Hulu.
Ia mengungkapkan, dirinya memotong beragam jenis kayu di hutan yang berjarak sekitar satu hingga dua kilometer dari tempat penyimpanan kayu (Jalan Nasional).
“Kayu ini namanya kayu Meranti yang berukuran 16×21 centimeter, dengan panjang 4 meter,” terangnya sembari menunjuk kayu yang ditanyakan.
Ia mengatakan bahwa kayu tersebut dibawa menggunakan truk untuk dijual ke Pontianak.
“Kayu ini dijual ke Pontianak. Hari ini tadi juga ada muat kayu satu truk untuk dibawa (dijual) ke Pontianak,” ungkapnya.
Pantauan langsung di lapangan, sawmill-sawmil tampak sangat jelas, khususnya di sepanjang jalan negara Lintas Utara, Kecamatan Putussibau Utara, Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat, yang merupakan wilayah perbatasan RI-Malaysia.
Dimana, di sepanjang jalan tersebut, mata disuguhkan dengan pemandangan banyaknya sawmill, mulai dari Desa Sibau Hilir, Sibau Hulu, Nanga Awin, Seluan, Sungai Uluk Palin, Tanjung Kerja, Benua Tengah hingga Desa Lauk.
Tampak berbagai jenis kayu tertumpuk di sawmill-sawmil tersebut sehingga tdak heran apabila pembalakan liar marak dan tidak dapat dihindarkan. Bahkan, tampak pula truk yang sedang memuat kayu, yang diduga akan dibawa ke luar daerah.
Ironisnya, kendati aktivitas tersebut telah berlangsung sejak lama, namun tidak ada tindakan tegas dari pihak terkait. Mereka seolah tutup mata sehingga aktivitas tersebut terus berlangsung sampai saat ini.
Selain di Kecamatan Putussibau Utara, sawmill-sawmil juga menjamur di Kecamatan Putussibau Selatan dan Kalis, seperti di Jalan Lintas Timur dan Lintas Selatan Kabupaten Kapuas Hulu.
Awak media ini pun telah mengantongi nama-nama pemilik sawmill yang diduga menyalahi izin dalam pengambilan kayu. Bahkan, ada pula sawmill yang tidak memiliki izin sama sekali, namun masih beroperasi hingga saat ini.
Tak hanya mengantongi nama-nama pemilik sawmill, media ini juga telah mengantongi nama-nama pemain kayu di Kapuas Hulu yang melakukan penjualan ke luar daerah.
Sementara itu, di tempat terpisah, Kepala UPT KPH Wilayah Kapuas Hulu Utara, Yuliansyah, mengatakan bahwa terkait izin sawmill, pihaknya tidak mengetahui karena bukan merupakan wewenangnya, melainkan wewenang Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat dan Balai Pengelolaan Hutan Produksi (BPHP).
“Izinnya sawmill ini ada dua, diantaranya Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IUIPHHK), ujar Yuliansyah, ditemui di kantornya, Senin (05/02/2024).
Pada kesempatan yang sama, Kasi Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat UPT KPH Wilayah Kapuas Hulu Utara, Berry, berharap adanya kerjasama dari masyarakat, terkait informasi yang jelas mengenai titik-titik sawmill di wilayah Utara.
Menurutnya, ketika pihaknya melakukan operasi di lapangan, sering tidak menemukan titik-titik sawmill, di mana diduga bahwa sebelum pihaknya melakukan operasi, sudah bocor.
“Jadi, siapa saja yang menemukan adanya kegiatan ilegal tentang aktivitas sawmill, khususnya terkait pengambilan kayu, supaya dapat menyampaikan informasi tersebut, baik kepada Aparat Penegak Hukum maupun KPH,” jelasnya.
Namun, lanjut Dia, apabila disampaikan ke KPH, maka KPH sifatnya hanya pembinaan saja karena tidak memiliki kewenangan untuk menindak.
Disinggung mengenai izin sawmill, pihaknya mengaku tidak tahu persis yang mana sawmill yang legal dan ilegal. Namun, kata Dia, secara organisasi, KPH memang memiliki tugas dan tanggungjawab untuk mengawasi dan membina.
“Selama ini kami hanya mendengar semacam isu terkait kegiatan ilegal mengenai sawmill dan aktivitas pengambilan kayu di kawasan hutan, namun sepengetahuan kami ada dua sawmill yang legal,” tuturnya.
Ia menegaskan bahwa sejauh ini tidak ada laporan kepada pihaknya, terkait produksi usaha sawmill dari hutan hak sehingga pihaknya tidak melakukan pengawasan di dalam maupun di luar kawasan hutan.
KPH juga mengaku tidak mengetahui jumlah sawmill yang ada di wilayah Utara. Menurut mereka bahwa datanya tidak tetap atau selalu berubah-ubah. Selain itu, mereka juga mengaku tidak mengetahui adanya aktivitas penjualan kayu ke luar daerah. (opik)
Discussion about this post