JURNALIS.co.id – Forum Daerah Aliran Sungai Kalimantan Barat (Forum DAS Kalbar) menggelar rapat koordinasi bersama para mitra di Aula Rimbawan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kalbar.
Dua agenda menjadi topik bahasan. Selain program kerja, juga membahas potensi dan analisis kerawanan bencana banjir di Kalbar.
Rapat koordinasi dibuka Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Dinas LHK Kalbar), Adi Yani, yang diwakili Kepala Bidang Rehabilitasi dan Pemberdayaan Masyarakat, Dinas LHK Kalbar, Setiyo Haryani.
Kegiatan yang mendapat dukungan penuh dari BPDASHL Kapuas ini dihadiri para mitra pembangunan baik akademisi, organisasi perangkat daerah, LSM, dan perwakilan media massa.
Ketua Forum DAS Kalbar, Prof Dr Gusti Hardiansyah, mengatakan, prinsip dasar pengelolaan DAS itu dilaksanakan secara terpadu.
“Ini didasarkan atas DAS sebagai satu kesatuan ekosistem, satu rencana, dan satu sistem pengelolaan,” katanya saat memantik diskusi di Pontianak, Jumat 8 Maret 2024.
Menurut Gusti Hardiansyah, pengelolaan DAS terpadu melibatkan para pemangku kepentingan, terkoordinasi, menyeluruh, dan berkelanjutan. Termasuk bersifat adaptif terhadap perubahan kondisi yang dinamis sesuai dengan karakteristik DAS.
Pengelolaan DAS terpadu, sambung Gusti Hardiansyah, dapat dilaksanakan dengan pembagian tugas dan fungsi, beban biaya, dan manfaat antarpara pemangku kepentingan secara adil.
“Jadi asasnya akuntabilitas,” ujar mantan Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Pontianak ini.
Lebih jauh dia menyampaikan bahwa pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara aktivitas manusia dengan sumber daya alam, terutama lahan, vegetasi, dan air secara rasional di dalam DAS.
“Semua ini dilakukan untuk mendapatkan manfaat barang dan jasa, sekaligus menjaga kelestarian DAS serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ucapnya.
Gusti Hardiansyah juga menjelaskan, kondisi aktual terkait pengelolaan DAS. Diantaranya, tidak ada satu pun instansi atau lembaga yang punya otoritas penuh dalam pengelolan DAS dari hulu ke hilir.
“Pemahaman dan kepedulian para pihak, baik pemangku kepentingan maupun pengusaha dan masyarakat masih kurang. Termasuk tumpang tindih peraturan perundangan antar sektor,” beber Gusti Hardiansyah.
Sejatinya, kata Gusti Hardiansyah, kondisi ideal pengelolaan DAS dilakukan secara holistik, multi pihak, lintas sektoral, dan lintas wilayah.
“Penguatan peran dan fungsi kelembagaan melalui koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan sinergitas (KISS) antarstakeholders, serta harmonisasi peraturan perundangan yang mendukung pengelolaan DAS,” kuncinya.
Pada rapat koordinasi yang dimoderatori Sekretaris Forum DAS Kalbar, Chatarina Pancer Istiyani, ini juga menghadirkan dua pembicara lainnya.
Mereka adalah Kepala BPBD Provinsi Kalbar Ansfridus J Andjioe, dan Wahyu Jati dari Balai Pengelolaan DAS Kapuas Direktorat Jenderal PDASRH, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kepala BPBD Kalbar, Ansfridus J Andjioe, dalam paparannya lebih fokus menyoroti peta risiko bencana di Kalimantan Barat. Bencana dimaksud adalah hidrometeorologi.
Menurutnya, penyebab utama bencana hidrometeorologi adalah perubahan iklim dan cuaca ekstrem. Selain itu, perubahan tekanan udara yang mendadak, dan fenomena El Nino dan La Lina di Samudra Pasifik serta Fenomena Dipole Mode di Samudra Hindia.
Ansfridus juga menyampaikan sejumlah upaya yang telah dilakukan oleh BPBD Kalbar, diantaranya melaksanakan patroli air dalam rangka memetakan kondisi parit yang bermuara di Sungai Kapuas.
Selain itu, memetakan jalur evakuasi apabila terjadi bencana banjir yang masif, dan mengedukasi masyarakat yang tinggal di bantaran Sungai Kapuas dan parit agar peduli dengan lingkungan tempat tinggalnya.
Sementara itu, Wahyu Jati, dari Balai Pengelolaan DAS Kapuas dalam paparannya menyoroti perlunya pengelolaan DAS dalam manajemen bencana.
“Manajemen bencana sangat diperlukan dalam konteks pengelolaan DAS,” katanya.
Wahyu menyebut, kerusakan DAS akan menyebabkan terjadinya bencana lingkungan seperti banjir, tanah longsor, dan kekeringan. Hasil kajian juga menyebut kerusakan DAS disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia.
Oleh karenanya, Wahyu mengusulkan pengelolaan DAS sejatinya melibatkan multi disiplin ilmu dan multi stakesholders.
“Ini harus dilaksanakan secara holistik, integrated, terencana, tematik, dan spasial,” ucapnya.
Sedangkan Kepala Bidang Rehabilitasi dan Pemberdayaan Masyarakat, Dinas LHK Kalbar, Setiyo Haryani, mengatakan, pengelolaan DAS tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri.
“Mengurus DAS perlu kerja-kerja kolaborasi,” pintanya.
Mencermati paparan yang disampaikan, sejumlah peserta merespon positif jika proses pengelolaan DAS dilakukan secara kolaboratif.
Bahkan, perwakilan BMKG mengusulkan agar ada diskusi yang lebih intens dan periodis. Sementara perwakilan Biro Hukum Setda Kalbar juga menyoroti perlunya peraturan terkait insentif dan peran para pihak.
Perwakilan media dari Kolase.id, Andi Fachrizal, juga menyoroti pentingnya merevitalisasi peradaban sungai.
“Peradaban itu kian redup dan sangat mungkin akan menghilang jika kita tidak mengambil langkah-langkah strategis. Terutama menguatkan sumber daya manusia yang hidup dan bermukim di bantaran sungai,” tutupnya. ***
(R/Ndi)
Discussion about this post