JURNALIS.co.id – Polisi memastikan kasus dugaan persetubuhan terhadap anak dengan tersangka HS, masih terus berlanjut.
Kapolresta Pontianak, Kombes Pol Adhe Hariadi mengatakan terhadap kasus persetubuhan dengan tersangka HS tersebut, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kejaksaan Negeri Pontianak.
“Berkas perkara sudah kami kirim ke kejaksaan untuk dianalisa,” kata Adhe, Selasa (22/08/2023).
Adhe menerangkan pihaknya saat ini sedang menunggu P19 atau petunjuk dari kejaksaan.
“Apa saja kekurangan berkas perkaranya yang harus dipenuhi baik itu formil maupun materilnya,” ucapnya.
Selain itu, lanjut Adhe, pihaknya juga sudah melakukan penyelidikan terhadap pengakuan korban yang menerangkan jika terjadi tindakan aborsi di Jakarta. Dari penyelidikan yang dilakukan, fakta yang didapat bahwa korban di sana hanya diberi obat untuk menggugurkan kandungannya. Lalu setelah kembali ke Kota Pontianak barulah kandungan tersebut gugur.
“Korban kembali ke Kota Pontianak dari Jakarta lalu datang bulan. Ini juga sudah kami koordinasikan dengan kejaksaan, apakah unsurnya bisa masuk atau tidak,” ungkapnya.
Adhe berharap setelah berkas dikembalikan, penyidiknya dapat segera melengkapi petunjuk yang diberikan jaksa sehingga perkara tersebut dapat dinyatakan lengkap atau P21.
Sebelumnya, HS oknum anggota Dewan Pendidikan Kalimantan Barat dan oknum pembina yayasan pendidikan diduga kuat telah menyetubuhi anak berusia 17 tahun. Tak hanya itu pelaku juga diduga menyodomi dan memaksa korban untuk aborsi.
Bukannya bertanggungjawab, HS bersama istrinya diduga mengancam akan membunuh korban jika tidak menghapus bukti percakapan antara dirinya dan korban.
Korban menuturkan setelah pulang ke Pontianak usai menjalani aborsi secara paksa, ia mengalami sakit yang luar biasa.
Korban mengaku mengalami pendarahan kurang lebihnya selama dua minggu dan perutnya selalu sakit jika menjalani rutinitas berat.
Korban menceritakan, karena tidak kuat dengan kondisi yang dialaminya dan pelaku sempat menghilang, ia lalu memilih menceritakan apa yang dialaminya kepada istri pelaku.
Korban mengatakan dari chat-nya itu, istri pelaku dan HS mengajaknya bertemu di salah satu tempat. Di pertemuan itu, istri pelaku bukannya membantu menyelesaikan masalah, tapi sebaliknya malah mengancam akan membunuh korban jika tidak menghapus bukti-bukti percakapan.
“Istri pelaku mengambil handphone saya, lalu menghapus chat saya dengan pelaku,” ungkap korban.
Tak hanya itu, korban menambahkan, selain mengancam ingin membunuh, pelaku dan istrinya sempat menawarkan untuk berdamai dan siap memberi uang sebesar Rp10 juta. Tetapi permintaan itu ia tolak. Namun kembali ditawarkan uang damai hingga naik menjadi Rp120 juta, namun tetap ditolaknya.
“Saya tetap menolak penawaran damai itu. Saya berharap pelaku diproses hukum,” pinta korban yang saat ini duduk di kelas tiga SMA. (hyd)
Discussion about this post