JURNALIS.co.id – Pj Bupati Kubu Raya Syarif Kamaruzaman berkomitmen mempercepat proses sertifikasi sawit berkelanjutan di Kubu Raya. Hal itu untuk membantu pelaku usaha kelapa sawit meningkatkan produktivitas secara legal, bertanggung jawab, dan berkelanjutan.
Kamaruzaman menyatakan, dalam jangka pendek Pemkab Kubu Raya akan mengeluarkan Peraturan Bupati (Perbup) untuk kemudian ditindaklanjuti oleh Pimpinan DPRD. Supaya diinisiasi pembentukan Peraturan Daerah (Perda).
“Nah itu saja. Jadi Peraturan Daerah ini nanti akan kita sampaikan sebagai payung hukum. Sehingga ada kepastian hukum bagi para petani sawit di Kabupaten Kubu Raya,” tegas Kamaruzaman usai mengikuti lokakarya percepatan pelaksanaan sertifikasi sawit berkelanjutan di Hotel Dangau, Kubu Raya, Kamis (29/2/2024).
Kamaruzaman menyebut, sertifikasi sawit berkelanjutan merupakan prioritas. Mengingat Kubu Raya merupakan kabupaten dengan luas kebun sawit terbesar ketiga di Kalimantan Barat.
Ia mengapresiasi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan konsorsium peneliti dari sejumlah perguruan tinggi yang terlibat memberikan pendampingan dalam penyusunan draf regulasi mengenai pelaksanaan sertifikasi sawit berkelanjutan di Kubu Raya.
“Kami dari Pemerintah Kabupaten Kubu Raya menyambut baik hasil penelitian terkait kondisi empirik yang dialami oleh petani sawit di Kubu Raya. Kenapa? Kubu Raya ini kan kabupaten yang memiliki luas kebun sawit terbesar ketiga di Kalimantan Barat,” kata Kamaruzaman.
“Nah, dalam waktu panjang ini. Apa yang sudah dilakukan oleh teman-teman BRIN dan konsorsium para peneliti dari berbagai universitas di Indonesia tentu memberikan kontribusi kepada pemerintah daerah,” timpalnya.
Kamaruzaman menegaskan, Pemerintah Kabupaten bersama DPRD menyambut baik dimulainya rangkaian tahapan penyusunan legalitas sawit berkelanjutan di Kubu Raya.
“Makanya kita adakan workshop itu untuk memberikan pemahaman alur kerjanya. Gimana sih untuk regulasi sertifikasi kebun sawit ini,” lugas Kamaruzaman.
Sementara itu, Pengamat kebijakan Publik Universitas Tanjungpura, Erdi Abidin mengungkapkan, sertifikasi kebun kelapa sawit milik petani masih terbilang kecil. Petani yang melakukan sertifikasi kebun baru mencapai tujuh persen dari jumlah luas kebun kelapa sawit di Indonesia.
“Itupun mereka sebagai petani plasma yang didukung oleh inti. Nah, persoalannya adalah bagaimana dengan yang di luar plasma ini, yang jumlahnya 93 persen? Kalau tidak ada gerakan (membuat regulasi), tentu ini akan lambat,” kata Erdi.
Oleh karena itu, lanjut Erdi, ditemukan model untuk mendorong percepatan sertifikasi sawit berkelanjutan dengan pembuatan Peraturan Daerah. Sebab sertifikasi bersifat wajib bagi setiap pelaku usaha kelapa sawit di Indonesia.
Kemudian langkah berikutnya adalah memberikan insentif untuk proses sertifikasi tersebut. Selanjutnya secara bersama-sama merangkul petani terutama melalui kelompok-kelompok petani untuk melakukan proses sertifikasi. Hal itu dapat dilakukan dengan bantuan dari sumber-sumber daya yang ada di pemerintah daerah.
“Ketika ada regulasi, maka akan sangat mudah untuk mencapai target tahun 2025. Semua kebun kita bersertifikasi 100 persen seperti mandatory yang diinginkan oleh Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2000,” jelasnya.
Menurut Edi, dengan adanya status yang legal, pekebun akan lebih diuntungkan saat menjual produknya. Sebab tanpa sertifikasi, pengusaha dan pekebun tidak bisa mengekspor sawit ke luar negeri.
Manfaat lain dari sertifikasi, adalah untuk menjamin usaha yang ramah lingkungan dan mengontrol dampak sosial dan ekonomi. Sertifikasi juga bakal meningkatkan daya jual produk.
“Aspek usaha juga menjadi lebih terjamin. Kualitas para pekebun sawit pun akan meningkat. Karena tujuan sertifikasi adalah menciptakan sistem industri perkebunan sawit yang layak ekonomi, layak sosial budaya, dan ramah lingkungan,” demikian Erdi. (Sul)
Discussion about this post