JURNALIS.CO.ID – Dalam rangka Hari Talasemia Sedunia, yang jatuh pada 8 Mei 2024, Ketua Perhimpunan Orangtua Penderita Thalasemia Indonesia (Popti) Kalimantan Barat (Kalbar), Windy Prihastari meluncurkan sebuah buku berjudul “Tekad Bunda Merawat Asa: Perjuangan Windy Prihastari Harisson dalam Menghadapi Thalasemia”, pada Selasa (07/05/2024).
Buku setebal 376 halaman yang ditulis oleh Chatarina Pancer Istiyani itu membawa pembaca pada berbagai pengalaman dan kisah terkait perawatan dan pendampingan penyandang thalasemia. Pembaca juga disuguhi pengetahuan dan informasi mendasar terkait thalasemia yang dikemas secara populer.
Peluncuran buku yang digelar di Pendopo Gubernur itu cukup spesial, karena sekaligus diputarkan testimoni dari Menteri Kesehatan (Menkes) Republik Indonesia (RI), Budi Gunadi Sadikin, serta dihadiri langsung oleh Penjabat (Pj) Gubernur Kalbar, Harisson dan Ketua Popti Pusat, Ruswandi, serta para orang tua dan anak penyandang thalasemia, pelajar dan mahasiswa, juga pejabat terkait lainnya.
“Saya Budi Gunadi Sadikin, Menkes, mengucapkan selamat Hari Thalasemia Sedunia 2024 di Provinsi Kalbar, dan selamat atas launching buku ‘Tekad Bunda Merawat Asa’, semoga cita-cita kita bersama untuk mewujudkan zero kelahiran thalasemia mayor di Indonesia dapat segera diwujudkan,” ucapnya.
Dalam kesempatan itu, juga dilakukan skrining thalasemia terhadap ratusan pelajar dan mahasiswa. Hal ini sebagai upaya pencegahan menuju zero thalasemia di Kalbar. Dalam hal ini, Menkes Budi turut mengimbau, agar Kalbar bisa menjadi contoh bagi daerah-daerah lain dalam pelaksanaan skrining di momen Hari Thalasemia Sedunia tahun ini.
Sesuai data, Menkes Budi menyebutkan, di Indonesia setiap tahunnya diperkirakan ada 2.500 bayi lahir dengan thalasemia mayor. Hal itu dikarenakan 3 sampai 10 persen populasi Indonesia membawa gen thalasemia.
Meski hingga kini thalasemia belum dapat disembuhkan, namun sebenarnya penyakit ini dapat dicegah. Karena itu skrining thalasemia dinilainya sangat penting untuk dilakukan sebagai langkah awal dalam memutus mata rantai penyebaran thalasemia.
“Semoga dengan kegiatan skrining thalasemia di Kalbar, dapat memberikan manfaat yang besar, dan bisa menjadi contoh untuk provinsi lain dalam upaya mendeteksi dini thalasemia,” pungkasnya.
Sementara itu, Pj Gubernur Kalbar, Harisson berharap, kehadiran buku tersebut bisa menjadi inspirasi sekaligus penyemangat bagi penyandang thalasemia, maupun orang tua mereka di manapun berada. Termasuk juga bagi penyelenggara pemerintahan, baik di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota, dalam mempermudah pelayanan terhadap pasien-pasien thalasemia.
“Buku ini bagus. Saya mengucapkan terima kasih kepada pengarang buku ‘Tekad Bunda Merawat Asa’ yang diluncurkan pada hari thalasemia ini. Ini bercerita mengenai bagaimana seorang ibu yang harus merawat anaknya yang thalasemia, bagaimana pelayanan kesehatan yang telah didapat pengidap thalasemia, dan lain sebagainya,” ungkapnya.
Di tempat yang sama, Ketua Popti Pusat, Ruswandi sangat mengapresiasi kehadiran buku Tekad Bunda Merawat Asa. Menurutnya karya dari Kalbar ini akan sangat relevan dibaca bagi seluruh pihak se-Indonesia yang ingin mengetahui tentang thalasemia. Apalagi ia menilai, Kalbar selalu terdepan dalam memberikan pelayanan, dan perhatian terhadap para penyandang thalasemia.
“Buku Ibu (Windy) ini top sebetulnya, kenapa? Ini ada satu mahasiswa di Jakarta dia lagi bikin papers mengenai orang tua si ibu yang mempunyai anak thalasemia mayor, ini belum pernah ada yang mau mengekspos, eh saya dengar di sini sudah jadi bukunya. Alhamdulillah, kalau saya diizinkan saya dikasih (buku) buat cabang-cabang (Popti) di Indonesia, satu cabang satu (buku),” ujarnya.
Ruswandi mengatakan, sesuai dengan judul buku tersebut, artinya masih ada asa, dan harapan bagi para penyandang thalasemia. Jika pengidapnya disiplin, rutin menjalani transfusi darah sesuai anjuran dokter, lalu rutin pula mengkonsumsi obat klasi besi, maka semua bisa menjalani kehidupan, dan mencapai cita-cita yang diinginkan.
“Apalagi penanganan thalasemia di Kalbar ini juga paling top. Mengapa saya bilang begitu, karena apa yang diinginkan, yang didambakan orang tua maupun penyandang thalasemia (di Kalbar) the best. Ini hampir jarang sekali daerah yang seperti (Kalbar) ini,” katanya.
Mulai dari fasilitas di rumah sakit (RS) yang tersedia sangat baik. Lalu juga para dokter yang begitu peduli dengan thalasemia, menurutnya bisa dirasakan di Kalbar. Dan itu semua bisa dirasakan berkat komitmen yang tinggi dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalbar.
“Di RSUD (Soedarso) sangat nyaman, apalagi bagi anak-anak, dengan ruangan yang banyak gambar-gambar jadi tidak seperti di RS. Ini penting sekali bagi penyandang (thalasemia), karena kalau ruangan nyaman, mereka tidak hanya datang ke RS dengan kondisi Hb yang rendah, Hb tinggi saja mau main ke RS, karena enak,” ungkapnya.
Ketua Popti Kalbar, Windy Prihastari turut menjelaskan tentang isi dari buku berjudul Tekad Bunda Merawat Asa tersebut. Di dalam buku itu, dirinya yang selanjutnya disebut dengan ‘Bunda’, seolah bercerita tentang berbagai hal terkait thalasemia. Khususnya pengalaman pribadi sebagai orang tua, yang salah satu anaknya merupakan penyandang thalasemia.
“Buku ini bercerita bagaimana perjuangan untuk memperkenalkan thalasemia kepada masyarakat awam yang belum mengerti tentang thalasemia, dan bagaimana mengedukasi, memberikan informasi bahwa thalasemia ini harus dicegah,” katanya.
Windy lantas mengucapkan terima kasih kepada Pemprov Kalbar yang selalu mendukung pihaknya, dalam rangka sosialisasi dan pelayanan tata laksana bagi anak-anak penyandang thalasemia. Hal tersebut menurutnya telah dirasakan sejak masa kepemimpinan Gubernur Kalbar periode 2018 – 2023, Sutarmidji.
“(Pemprov) selalu memberikan perhatian kepada anak-anak thalasemia, untuk memberikan pelayanan. Seperti rumah sakitku rumah keduaku di RSUD Soedarso, itu menjadi inovasi yang bahkan mendapatkan penghargaan dari KemenPAN-RB,” kata Windy.
“Anak-anak thalasemia dapat melakukan transfusi tidak seperti di rumah sakit, tetapi di rumahnya sendiri, karena itu (harus) berlangsung seumur hidup,” ujarnya.
Kemudian bantuan obat-obatan juga selalu menjadi perhatian pemerintah. Seperti filter blood untuk proses transfusi darah, yang belum tertanggung di BPJS Kesehatan, selalu disediakan Pemprov untuk anak anak thalasemia.
“Saya juga berterima kasih kepada Bapak Pj Gubernur Bapak Harisson karena telah mendukung percepatan pelayanan kepada anak-anak thalasemia. Sehingga anak thalasemia yang berada di luar Kota Pontianak tidak perlu datang ke sini untuk transfusi atau mengambil obat,” paparnya.
Windy yang juga Pj Ketua TP PKK Kalbar itu berharap, pihak-pihak terkait seperti dinas kesehatan (dinkes), RS dan BPJS Kesehatan bisa membuat skema bersama, untuk semakin memudahkan anak-anak penyandang thalasemia mendapat pelayanan. Terutama agar anak-anak thalasemia di provinsi ini, tidak perlu lagi antre ketika ingin menjalani transfusi rutin.
“Dengan adanya buku ini kami juga berharap seluruh masyarakat Kalbar mendapatkan informasi tentang thalasemia, sekaligus sebagai motivasi dan inspirasi bagi penyandang thalasemia,” kata Windy.
“Mereka harus mempunyai cita-cita yang sama dengan anak-anak lainnya, karena mereka mampu. Juga menjadi motivasi bagi orang tua penyandang thalasemia, untuk tetap mendampingi, dan tatap membawa anak-anak mereka ke prestasi terbaik,” pungkasnya.
Selain peluncuran buku, dalam memperingati Hari Thalasemia Sedunia 2024 ini, penyandang thalasemia di Kalbar juga mengajak masyarakat untuk menanam pohon. Karena salah satu hal yang sangat penting dilakukan saat ini adalah gerakan penghijauan, yaitu menanam dan merawat pohon.
Hal tersebut sesuai dengan FOLU Net Sink 2030, yaitu sebuah kondisi yang ingin dicapai melalui aksi mitigasi penurunan emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan dan lahan. Dengan kondisi di mana tingkat serapan harus sudah lebih tinggi dari tingkat emisi pada tahun 2030 mendatang. Untuk itu, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kalbar, dengan dukungan bibit dari Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Kapuas, memfasilitasi penyandang thalasemia dengan 500 bibit pohon, yang kemudian, bibit-bibit tersebut diberikan kepada masyarakat yang hadir sebagai souvenir. (dis)
Discussion about this post