JURNALIS.co.id – Konferensi Wilayah (Konferwil) VIII Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Kalbar di Hotel Aston Pontianak 29-30 Juli 2022 berujung ‘deadlock’ alias buntu. Konferwil dihadiri 14 Pengurus Cabang (PC) NU itu belum membuahkan ketua baru, pengganti Hildi Hamid.
Salah satu peserta, Sulaiman Iskandar utusan dari PCNU Kapuas Hulu menceritakan, dari pembukaan sampai pada pembahasan tata tertib dan sidang komisi masih berjalan tertib. Namun, muncul persoalan saat pembahasan ahlul halli wal aqdi (Ahwa). Nama-nama Ahwa tidak sesuai dengan yang diusulkan peserta. Muncul perdebatan panas. Waktu itu sidang pleno 3 sudah larut malam.
“Pada akhirnya sidang di-pending pukul 1.30 WIB, dan akan dilanjutkan dengan waktu yang tidak ditentukan. Ada yang menginginkan pleno dilangsungkan di PBNU di Jakarta. Namun, banyak peserta menginginkan tetap berada di wilayah Kalbar,” ungkap Sulaiman, Minggu (31/07/2022).
Dengan di-pending atau diskornya sidang pleno tersebut, Konferwil VIII masih belum menghasilkan ketua baru, pengganti Hildi Hamid yang di-caretaker oleh PBNU. Padahal, Konferwil tersebut dihadiri langsung oleh Ketua Tanfiziah, KH Cholil Yahya dan sekretarisnya, Syaifullah Yusuf. Bahkan, pembukaannya dihadiri Gubernur Kalbar, H Sutarmidji.
Sulaiman tidak merinci lebih lanjut apa penyebab sebenarnya dari dipendingnya sidang pleno tersebut. Namun, pemberitaan website pmiikalbar.or.id mengungkapkan kekisruhan tersebut. Usulan nama-nama Ahwa merupakan rekomendasi resmi dari Syuriah PCNU yang diserahkan kepada Panitia Konferwil. Berdasarkan mekanisme pemilihan Ahwa sesuai AD/ART dan Peraturan Organisasi Perkumpulan, surat usulan Ahwa itu harusnya dimasukkan dalam kotak suara dan disegel. Kotak suara itu akan dibuka saat sidang pleno perhitungan Ahwa.
Masih dalam pemberitaan pmiikalbar, faktanya dokumen itu dimasukkan dalam map dan dibawa oleh oknum PBNU. Di sinilah awal pangkalnya, panitia ceroboh tidak mengamankan dan menjaga kerahasiaan dokumen. Lalu saat sidang pleno beredar secara terbatas informasi siapa-siapa kiai yang diusulkan menjadi Ahwa. Mestinya musyawarah Ahwa sudah dapat menyepakati siapa Rais Syuriah PWNU Kalbar masa khidmat 2022-2027.
Namun, mengetahui komposisi Ahwa tidak sesuai fakta, lalu muncul usulan Ahwa ganda. Padahal, dalam peraturan organisasi tidak diatur mekanisme penyelesaian adanya usulan Ahwa ganda. Yang diatur hanya dalam kasus surat mandat ganda peserta Konferwil. Itu pun, sudah jelas diatur dengan jelas.
Akibat kekisruhan tersebut membuat Konferwil berujung tanpa keputusan yang melahirkan nakhoda baru PWNU. Sayangnya, sampai saat ini panitia dan caretaker PWNU belum ada keterangan resmi terkait kekisruhan tersebut. (m@nk)
Discussion about this post