
JURNALIS.co.id – Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Sanggau telah merampungkan proses penyidikan perkara dugaan korupsi dana program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang dikelola KUD Sinar Mulia untuk petani di Kecamatan Kapuas, Kabupaten Sanggau, Kalbar tahun 2019 dan 2020.
Saat ini penyidik tinggal menunggu hasil pemeriksaan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait kerugian negara atas perkara dugaan korupsi tersebut.
“(Penyidik) menunggu perhitungan kerugian negara dari BPKP. Kami juga ngerasa kok lama banget,” kata Kasi Intelijen Kejari Sanggau Adi Rahmanto dihubungi JURNALIS.co.id melalui pesan WhatsApp, Senin (18/09/2023).
Sebelumnya penyidik telah menetapkan dua orang masing-masing AZ dan AL sebagai tersangka dalam perkara dugaan korupsi tersebut.
AZ merupakan pengurus KUD Sinar Mulia. Sementara AL merupakan seorang pengusaha kelapa sawit. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka pada 3 April 2023.
Namun setelah diperiksa dan ditetapkan sebagai tersangka, keduanya tidak ditahan hingga saat ini.
Ditanya apakah kedua tersangka dilakukan penangguhan penahanan atau tahanan kota? Adi memastikan keduanya memang tidak ditahan.
“Memang gak ditahan, jadi tidak ada penahanan,” ucapnya.
Untuk diketahui, dalam program PSR Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) tahun 2019 dan 2020, KUD Sinar Mulia menerima dana PSR dalam tiga tahap.

Tahap pertama pada bulan Oktober 2019. Kemudian tahap kedua pada Januari 2020 dan tahap ketiga pada Juli 2020. Pada bulan Juli 2020, KUD Sinar Mulia mendapatkan bantuan PSR senilai Rp8,709 miliar.
Untuk program PSR tahap ketiga tersebut, tersangka AZ mengusulkan peserta penerima program PSR sebanyak 130 orang dengan usulan luasan 290,33 hektare.
Dari luasan tersebut, terdapat 15 kapling lahan yang diajukan oleh AZ yang diketahuinya dimiliki oleh satu orang yang sama yakni milik AL. Untuk satu kapling lahan yang diajukan, luasannya dua hektar dan setiap penerima PSR hanya dapat memperoleh bantuan maksimal dua kapling lahan atau 4 hektare.
Di sini, AZ dengan sengaja membuat administrasi seolah-olah data tersebut diajukan oleh pemilik lama dan belum beralih kepemilikan. Padahal, faktanya lahan tersebut sudah dijual kepada AL yang kemudian diusulkan (oleh AL) menjadi peserta PSR.
Modusnya, pengajuan tetap dilakukan tetapi dengan meminta kelengkapan dokumen dari pemilik asal. Sehingga, seolah-olah kebun yang diajukan tersebut masih merupakan milik dari pemilik lahan sebelumnya.

AZ dan AL mengetahui program PSR yang diberikan pada pekebun paling luas dua kapling atau 4 hektar per orang saja yang menjadi haknya. Maka, dengan dugaan penyimpangan itu, data 13 kapling lahan milik AL yang lain adalah tidak sah dan mengakibatkan kerugian negara.
Perbuatan AZ yang telah mengusulkan dan menggunakan Sertifikat Hak Milik sebanyak 15 kapling lahan milik AL, dan perbuatan AL selaku pengusaha sawit yang telah mendaftarkan 15 kapling lahan untuk mendapatkan bantuan PSR bertentangan dengan Permentan Republik Indonesia Nomor 07 Tahun 2019 tentang Pengembangan SDM, Peremajaan, serta Sarana dan Prasarana Perkebunan Kelapa Sawit. (jul)





Discussion about this post