JURNALIS.co.id – Calon Gubernur (Cagub) Kalimantan Barat (Kalbar) nomor urut 1, Sutarmidji mengungkapkan, kepiawaian kepala daerah meningkatkan sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) menjadi modal penting dalam mencapai keberhasilan pembangunan ke depan.
Karena dengan demikian, pemerintah daerah bisa mandiri secara fiskal, dan tidak melulu bergantung pada pembiayaan dari pemerintah pusat. Sehingga program-program yang disusun dalam rangka percepatan kesejahteraan masyarakat akan lebih mudah terwujud.
Dalam sesi tanya jawab di segmen kelima debat publik pertama Pemilihan Gubernur (Pilgub) Kalbar, Sutarmidji sempat menanyakan tentang upaya percepatan peningkatan PAD kepada Cagub nomor urut 3, Muda Mahendrawan. Dalam waktu dua menit kesempatan yang diberikan untuk menjawab pertanyaan tersebut, Muda mengatakan bahwa sumber PAD pemerintah provinsi (pemprov) hampir 90 persen berasal dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).
Maka untuk meningkatkannya, lanjut dia, tergantung pada bagaimana kegiatan perekonomian bergerak.
“Kalau masyarakat itu bisa lebih baik kualitas hidupnya, maka tentu dengan sendirinya membayar pajak kendaraan bermotor, BBNKB, dan sebagainya itu, yang hampir Rp2 triliun itu bisa meningkat otomatis,” ungkapnya.
Pada intinya dikatakan Muda, ketika perekonomian daerah berjalan dengan baik, tentu akan berdampak pada peningkatan PAD. Seperti membuat masyarakat lebih produktif, meningkatkan investasi dengan perizinan yang baik, serta kondusifitas kegiatan investasi tersebut.
“Itu yang akan membuat pergerakan ekonomi itu sendiri. Jadi prinsipnya itu semua sirkulasi. Jadi PAD saya kira itu optimis akan terus meningkat,” katanya.
Termasuk dengan menjalankan berbagai langkah insentif kepada masyarakat. Ia justru tidak setuju jika Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Soedarso yang selama ini dikelola lewat Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) menarik biaya dari masyarakat yang berobat.
“Misalnya RSUD Soedarso itu justru kita hapuskan (BLUD), karena itu (biaya berobat) saya kira tidak pantas untuk kita tarik, dan justru kita kompensasi,” ujarnya.
Menanggapi jawaban tersebut, Sutarmidji menegaskan bahwa, pernyataan Muda yang mengatakan 90 persen PAD Kalbar bersumber dari PKB, dan BBNKB sama sekali tidak benar.
“Kalau dikatakan 90 persen PAD dari PKB, BBNKB itu jelas ngawur,” kata Midji-sapaan karibnya.
Dalam satu menit waktu yang diberikan, Midji lantas membeberkan capaian peningkatan PAD selama ia menjabat gubernur pada 2018-2023 lalu. Ia menyebutkan dari Rp1,8 triliun PAD Pemerintah Provinsi (Pemprov) di tahun 2018, bisa ditingkatkan menjadi Rp3,2 triliun di akhir masa jabatannya tahun 2023. Itu berhasil dilakukan setelah menginventarisir data-data potensi pendapatan yang ada.
“Artinya naiknya (PAD) sangat signifikan. Kalau dikatakan RSUD Soedarso ada PAD, PAD yang bagaimana, itu retribusi orang bayar BPJS, bukan pendapatan Soedarso. Pendapatan Soedarso itu untuk pembiayaan RSUD Soedarso, dan di situ ada hak dari tenaga medis 40 persen, jasa medis. Jadi kalau kita hilangkan yang mau bayar siapa kasihan itu dokter, kasihan itu perawat, dan lain-lain. Itu masalahnya,” jawabnya.
Dari tanggapan Sutarmidji, Muda kemudian kembali mendapat kesempatan untuk menanggapi. Ia menyayangkan peningkatan PAD yang dibanggakan itu, tak diiringi dengan serapan anggaran yang baik. Sehingga terjadi Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA).
“Saya sangat menyayangkan, walaupun pendapatan meningkat tapi kalau misalnya SiLPA bisa mencapai Rp300-400 miliar per tahun, tidak ada gunannya PAD meningkat. Jadi yang penting itu belanjanya, jadi itu yang harus tersalurkan dengan cepat kepada masyarakat,” ucap Muda.
Karena sesi tanya jawab selesai, Sutarmidji akhirnya menjawab soal SiLPA saat pernyataan penutup atau di akhir segmen. Ia memastikan pernyataan Muda soal SiLPA itu keliru, karena tak ada hubungannya dengan penyerapan anggaran. Realitanya realisasi pendapatan dan realisasi belanja Pemprov Kalbar, ketika ia menjabat gubernur, sama-sama berhasil menduduki peringkat keempat se-Indonesia. Dan selalu masuk 10 besar nasional setiap tahunnya. Yang itu artinya dari sisi perencanaan sudah sesuai realisasi.
Sementara mengenai SiLPA lanjut dia, terjadi karena pendapatan yang progresif, dan berhasil melampaui target. PAD yang melampaui target itu pastinya terjadi di akhir tahun, sehingga tak mungkin dibelanjakan di tahun berjalan.
“Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang meningkat bukan karena kita tidak mampu belanja, tapi karena kita mampu memaksimalkan pendapatan, sehingga over target (terjadi SiLPA), nah itu yang harus dilakukan. Ini tidak akan bisa diperoleh, tidak akan bisa didapat, kalau kita tidak tahu tentang data,” paparnya.
Untuk itu, Midji menegaskan bahwa seorang gubernur, atau kepala daerah harus benar-benar paham tentang data, dan aturan yang ada. Baru kemudian akan bisa mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik.
“Saya alhamdulillah karena saya (pernah) mengajar hukum otonomi daerah, mengajar hukum kepegawaian, saya mengajar hukum teknik pembuatan undang-undang, sehingga apapun yang dilakukan semua sesuai aturan. Sehingga Kalbar bebas dari hal-hal yang terkait masalah hukum,” pungkasnya. (m@nk)
Discussion about this post