– Ketidakhadiran perwakilan PT Swadaya Mukti Prakarsa (SMP) dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang difasilitasi Komisi II DPRD, Senin (15/3/2021) kemarin dikecam Warga Desa Batu Daya, Kecamatan Simpang Dua.
Alhasil, perusahaan yang bergerak di perkebunan kepala sawit tersebut dinilai pengecut. Warga juga mendesak perusahaan agar segera memberikan hak-hak masyarakat.
Satu di antara perwakilan warga Desa Batu Daya, Jamli mengaku sangat kecewa dengan ketidakhadiran pihak PT SMP di RDPU. Padahal masyarakat yang jaraknya cukup jauh menuju DPRD rela meluangkan waktu dan biaya.
“Tentu kecewa, kami datang dari jauh-jauh namun perusahaan malah tidak ada,” ucap Jamli.
Jamli menegaskan, pihaknya me-warning perusahaan untuk dapat hadir dalam agenda RDPU selanjutnya yang akan dijadwalkan oleh DPRD Ketapang. Menurutnya, itu penting agar ada penyelesaia atas tuntutan masyarakat mengenai kewajiban perusahaan.
Adapun yang dituntut mengenai konversi plasma kepada para petani sesuai kesepakatan yang dibuat bersama di notaris tahun 2017 lalu. Harusnya, kata dia, pada bulan Januari 2021 sudah dilakukan konversi plasma, namun sampai saat ini belum dilakukan tanpa ada kejelasan.
Kemudian penambahan petani plasma atas izin Hak Guna Usaha (HGU) baru pada tahun 2015 dengan pola 80/20, serta penyaluran CSR sebagaimana mestinya.
“Apa yang kami tuntut adalah hak kami yang sudah lama tidak diberikan. Bayangkan dari tahun 1996 hingga 2021 pembagian plasma tidak pernah dibagikan, sampai mereka replanting dan dibuat kesepakatan di notaris tapi tidak ditepati perusahaan,” ungkapnya.
Untuk itu, Jamli meminta agar Pemda Ketapang melalui Dinas Pertanian, Peternakan dan Perkebunan memanggil dan mengevaluasi fakta dilapangan. Termasuk mengenai keluhan masyarakat sebagai bahan dan dasar memberikan sanksi pada perusahaan.
“Kami berharap agar izin perusahaan dicabut karena banyaknya permasalahan ini,” desaknya.
Sementara Ketua Tariu Borneo Bangkulir Rajang (TBBR), Sumarlin yang mendapat kuasa masyarakat adat Desa Batu Daya menilai ketidakhadiran perusahaan dalam RDPU merupakan suatu sikap tidak baik.
“Kami menilai ini sikap pecundang dan pengecut, karena tidak berani hadir untuk menyelesaikan masalah dengan baik-baik. Padahal DPRD telah memfasilitasi agenda ini,” ujarnya.
Ia berpendapat, ketidakhadiran perusahaan, baik karena persoalan perusahaan memiliki pertemuan atau kegiatan ditempat lain, maupun urusan birokrasi di Sekretariat Dewan yang baru menyampaikan surat RDPU 12 Maret dan menerima surat balasan perusahaan di hari yang sama, dan baru tersampaikan saat RDPU tentu bukan menjadi alasan.
Ketua Komisi II DPRD Ketapang, Uti Royden Top juga menyayangkan perusahaan yang tidak hadir dalam agenda RDPU dengan alasan kalau mereka (PT SMP) ada agenda RDPU di Kabupaten Sanggau.
“Alasannya itu. Jadi solusinya kami akan menjadwalkan kembali pemanggilan kepada perusahaan terkait agenda RDPU di bulan depan,” tuturnya.
Dia menegaskan, pihaknya akan menggunakan hak angket DPRD jika memang perusahaan tidak memiliki iktikad baik dalam penyelesaian masalah dengan masyarakat.
“Kalau perusahaan tidak hadir terus dan tidak ada niat baik, maka kita bisa gunakan hak angket,” tegasnya.
Namun demikian, ia meminta agar masyarakat bersabar dan tetap menjaga kekondusifan dengan tidak melakukan tindakan anarkis yang dapat merugikan pribadi atau kelompok.
“Kalau nanti ranahnya ke hukum serahkan ke jalur hukum. Kalau minta kami mediasikan, percayakan ke kami. Kami juga akan evaluasi dan minta agar Sekretariatan Dewan dirombak karena kami nilai ada kesalahan birokrasi dan lambat kerjanya,” timpalnya. (lim)
Discussion about this post