
JURNALIS.co.id – Para petani sawit swadaya di Kecamatan Air Upas dan Manis Mata mengeluhkan harga pembelian Tandan Buah Segar (TBS) oleh PT Poliplant Sejahtera (Cargill Group) yang tidak sesuai harga telah ditetapkan pemerintah.
Alhasil, mereka pun menuntut manajemen perusahaan agar membeli TBS sesuai harga yang telah ditentukan.
Hal demikian terungkap setelah dilakukan mediasi yang difasilitasi Pemerintah Kabupaten Ketapang terhadap persoalan para petani sawit swadaya dengan pihak perusahaan, Selasa (19/07/2022) sore.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Ketapang Daerah Pemilihan V, Kasdi, mengaku kecewa dengan sikap manajemen PT Poliplant Sejahtera yang sama sekali tidak menggubris tuntutan masyarakat soal pembelian TBS dengan mengikuti harga ketetapan pemerintah.
“Tentu kita kecewa, karena perusahaan terkesan tidak peduli sama tuntutan para petani sawit swadaya. Mereka beralasan mengikuti mekanisme pasar yang ada,” kata Kasdi usai mediasi.
Kasdi menyebut, perusahaan menilai kalau para petani swadaya tidak memiliki legalitas terhadap kebun-kebun milik petani. Padahal sebelumnya perusahaan juga membeli TBS kepada para petani swadaya.
“Kami nilai Poliplant tidak patuh sama aturan dan terkesan kapitalis lantatan hanya mau membeli sesuai harga yang mereka mau, dan tidak mau membeli jika harga sesuai ketetapan pemerintah,” cetusnya.
Kasdi mengaku, sebagai legislator berasal dari wilayah pemilihan Air Upas dan Manis Mata akan memperjuangkan apa yang menjadi tuntutan para petani sawit swadaya.

Menurut dia, petani sawit swadaya memiliki hak yang sama untuk mendapatkan hak jual sesuai ketetapan pemerintah. Jika ada alasan harus ada Surat Tanda Daftar Budidaya (STD-B), maka mungkin ke depan bisa dilakukan, tapi tidak saat ini karena mengurusnya perlu waktu dan rumit.
“Perusahaan jangan menjadikan itu alasan untuk membeli TBS dengan harga rendah, sehingga merugikan para petani swadaya,” ujarnya.

Perwakilan petani sawit swadaya, Agus mengaku, selain menuntut harga beli TBS sesuai aturan, apa yang dilakukan petani sawit swadaya sebagai bentuk dukungan kepada pemerintah soal aturan yang tertuang di peraturan Gubernur Nomor 63 Tahun 2018, bahwa pembelian harga TBS tidak dibedakan plasma inti termasuk swadaya.
“Namun nyatanya manajemen perusahaan hanya mau membeli dengan harga murah dan mempersilahkan petani sawit swadaya menjual TBS ke pihak lain jika tidak menerima harga yang mereka berikan,” ungkapnya.
Menyikapi persoalan tuntutan para petani sawit swadaya, Sekretaris Daerah (Sekda) Ketapang, Alexander Wilyo menuturkan bahwa pihaknya telah memfasilitasi mediasi antara petani swadaya dengan perusahaan.
Yang mana, sambung Alex, hasil mediasi diketahui kalau para petani swadaya belum memiliki STD-B. Dalam perkebunan STD-B mengatur soal harga.
“Untuk jangka panjang saya minta Dinas Perkebunan, Camat untuk menguruskan STD-B para petani swadaya dan meminta pihak Cargill tetap membeli sawit-sawit masyarakat, sebab masyarakat harus kita lindungi dan ayomi,” lanjutnya.
Sekda meminta, Dinas Perkebunan dibantu Muspika serta para petani sawit swadaya agar mempercepat pengurusan STD-B. Supaya ke depan tidak ada lagi masalah perbedaan soal tafsiran harga, lantaran STD-B dapat menjamin para petani swadaya mendapatkan pengakuan yang sama.
“Ini harus segera dilakukan agar ke depan tidak ada lagi masalah seperti ini. Kita meminta Cargill dapat membantu para petani swadaya dalam pengurusan STD-B seperti hal teknis, dan Dinas Perkebunan mempermudah dan mempercepat urusan pembuatan STD-B,” tambahnya.
Sementara perwakilan PT Poliplant Sejahtera (Cargill Group) tidak bersedia memberikan tanggapan saat akan dikonfirmasi usai mediasi berlangsung. (lim)





Discussion about this post