
JURNALIS.co.id – Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Perkim) Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar), Yosafat Triadhi Andjioe ST MT MM, bersedia memberikan penjelasan kepada media ini terkait proyek Swakelola Tipe Empat tahun 2024 di kantornya, pada Senin 19 Februari 2024.
Alumni Fakultas Teknik Universitas Atma Jaya Yogyakarta ini mengungkapkan, rencana pembangunan yang dilakukan pihaknya mengacu kepada Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Disitu ada lima sistem. Pertama sistem pembangunan atas bawah atau bawah atas (top-down dan bottom-up). Kalau bottom-up dari Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten dan provinsi.
Kemudian ada sistem top down, dari pemerintah pusat ke provinsi, atau provinsi langsung ke desa. Ada juga yang berdasarkan teknokrat, pemerintah yang merencanakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sistem politis, adanya arahan kepala daerah dan terakhir sistem aspirasi, bisa dari masyarakat atau dari anggota dewan, tetapi semua melewati usulan sistem informasi pemerintah daerah atau SiRUP (Aplikasi Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan Berbasis Website).
“Jadi lima ini kami tampung semua, dan diadakan rapat koordinasi dengan Dinas Perkim Kabupaten terkait kegiatan yang akan dilakukan, karena kita sering overload (berlebihan) dengan Perkim kabupaten kota,” ujarnya.
Yosafat Triadhi Andjioe mengakui, pihaknya diminta untuk mempercepat penyerapan anggaran, karena Dinas Perkim Provinsi Kalbar selalu terlambat dalam penyerapan anggaran setiap tahun, mulai dari tahun 2021. Bulan Januari hingga Maret masih nol koma, belum mencapai dua persen.
“Jadi tahun 2022 kita mulai melakukan kontraktual pada bulan Maret, sehingga April dan Mei progres (kemajuan) baru naik. Jadi bagaimana pengadaan barang dan jasa cepat, kita menggunakan swakelola yang paling sederhana, jadi anggarannya juga tidak dibatasi berapa jumlahnya, 200 juta hingga 1 miliar, sesuai dengan situasi dan kondisi di desa itu,” ungkap alumni Magister Teknik dan Magister Manajemen Universitas Tanjungpura ini.


Mengapa Perkim Kalbar menggunakan swakelola ?
“Karena kalau menggunakan kontraktual (kontraktor) kita sekarang sudah diwajibkan melakukan pengadaan secara elektronik itu memerlukan Sertifikat Badan Usaha (SBU), satu perusahaan satu usaha, itu akan kami evaluasi, jadi untuk mempermudah menggunakan swakelola tipe empat, karena itu paling gampang, karena yang mengerjakannya adalah masyarakat, yang hanya dibentuk oleh kepala desa, surat keputusan kades, dengan memiliki NPWP, dalam bentuk kelompok masyarakat, sehingga Maret sudah melonjak penyerapan anggaran,” jelasnya.

Program Tidak Ada Dasar SK Gubernur dan Pergub ?
Menurut Yosafat Triadhi Andjioe, Peraturan Gubernur tidak semudah yang dibayangkan. Dirinya berpendapat, kalau Peraturan Presiden sudah mengatur secara jelas, kenapa harus ada Peraturan Gubernur ?
“Karena ini hanya tipe pekerjaan, misalnya ada proyek Penunjukan Langsung (PL) yang akan lelang, lalu Gubernur sudah memberikan kewenangan ke saya, apakah masih perlu Peraturan Gubernur ? Kepala dinas punya kewenangan penggunaan anggaran informasi rencana pengadaan (SiRUP) mana paket lelang, swakelola atau PL, itu memang mekanisme yang kami lakukan tidak perlu peraturan gubernur, sesuai aturan pengadaan barang dan jasa, ini juga sudah saya diskusikan dengan Komisi IV DPRD Kalbar,” jelasnya.
Yosafat Triadhi Andjioe memastikan sistem swakelola dapat membantu masyarakat.
“Saya tegaskan, tidak ada potongan-potongan dalam program ini, kalau ada keuntungan kembalikan kepada kelompok. Tahun lalu ada 30 kelompok masyarakat yang terlibat, tahun lalu sudah kami lakukan, tidak ada permasalahan. Tidak ada titipan caleg tertentu, jadi kami murni ini program Perkim, malah tidak ada temuan untuk swakelola dari BPK, karena masyarakat kerja BPK periksa, jadi tidak ada temuan,” tegasnya.
Yosafat Triadhi Andjioe menyampaikan, pada anggaran swakelola tipe empat tahun 2024 ini ada 10 sampai 15 miliar untuk empat kabupaten, yaitu Kubu Raya, Mempawah, Sanggau dan Sambas. Kalau untuk Kota Pontianak tidak ada, karena tidak ada kelompok masyarakat. ***
(Ndi)





Discussion about this post