JURNALIS.co.id – Seluruh Demong Adat Benua Simpang, dipimpin Patih Jaga Pati Desa Domong Sepuluh memberikan hukuman adat terhadap PT Mayawana Persada karena melakukan beberapa pelanggaran adat.
Hukuman adat yang dijatuhkan yakni Pemancal Agong, Adat Pelanggar Benua dan Adat Penyabong Gana sebesar 230 Real, 20 Tajau serta satu buah gong, Sabtu (10/09/2022).
Patih Jaga Pati Desa Domong Sepuluh, Alexander Wilyo mengatakan, pemberian hukum adat dilaksanakan lantaran PT Mayawana Persada melakukan beberapa pelanggaran adat.
Pertama, melakukan Pemancal Agong atau pelecehan terhadap pemimpin, yakni tidak menghormati surat Sekda yang meminta aktivitas pembukaan lahan di area batas Desa Kampar Sebomban, Kecamatan Simpang Dua dan Desa Kualan Hilir, Kecamatan Simpang Hulu yang bermasalah sampai ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Ketapang.
Kedua, Penyabong Gana Pengadu Bunoh atau mengadu domba masyarakat dua desa dengan tetap melakukan aktivitas di area batas yang masih bermasalah. Sehingga memicu terjadi bentrok massa antar masyarakat dua desa hingga mengakibatkan korban luka-luka.
Ketiga, Penguncang Bumi Peruroh Alam atau merusak bumi kesalahan merusak alam dengan mengusur tanam tumbuh, kebun karet dan ladang masyarakat tanpa mematuhi Adat Istiadat dan kearifan lokal masyrakat tanpa proses dan prosedur yang benar.
“Terakhir, pelanggar benua atau pelanggaran Wilayah kesalahan melakukan aktivitas usaha tanpa mematuhi adat Istiadat dan kearifan lokal masyarakat adat Benua Simpang,” kata Alexander Wilyo.
Alex menegaskan, akibat beberapa pelanggaran adat tersebut, maka PT Mayawana Persada dikenakan sanksi adat oleh seluruh Demong Adat Benua Simpang yang langsung dipimpinnya.
“Pemberian hukum adat sudah dilakukan dan perusahaan sudah menerima ini,” tegas dia.
Ia mengaku, pada kesempatan itu dihasilkan beberapa kesepakatan. Di antaranya, pertama mengenai Penetapan Batas Antar Desa Kampar Seboman kecamatan Simpang Dua, Desa Sekucing Kualan dan Desa Kualan Hilir Kecamatan Simpang Hulu merupakan kewenangan pemerintah Kabupaten Ketapang.
“Yang mana semua pihak menerima apapun keputusan pemerintah Kabupaten Ketapang yang akan segera ditetapkan melalui peraturan Bupati dalam waktu secepatnya,” ujarnya.
Kedua, PT Mayawana Persada sepakat menunda aktivitas di wilayah batas yang masih sampai adanya keputusan Pemkab Ketapang di wilayah perbatasan Desa Kampar Sebomban dan Desa Kualan Hilir.
Ketiga, PT Mayawana Persada boleh segera bekerja di areal RKT yang berada di luar perbatasan Desa Kampar Sebomban Kecamatan Simpang Dua dan Desa Kualan Hilir kecamatan Simpang Hulu.
Keempat, agar menginclave Situs Budaya, keramat dolat, kuburan, kebun karet, tembawang dan bawas ladang milik masyarakat di Area PT Mayawana Persada yang tidak diserahkan masyarakat.
Kelima, masyarakat tidak diperbolehkan untuk mengklaim sepihak terkait kepemilikan lahan atas kawasan hutan yang ditentukan oleh pemerintah. Kecuali ada bukti bekas ladang, kampung tembawang, buah ganah dan tanam tumbuh.
Keenam, tata cara pembayaran Tali asih agar ditinjau kembali, serta diputuskan sesuai kesepakatan bersama serta tidak menggunakan sistem komunal melalui Kepala Desa. Melainkan, langsung kepada masyarakat yang bersangkutan kecuali ada kesepakatan lanjut mengenai hal tersebut.
Ketujuh, PT Mayawana Persada agar segera melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan membuat MoU yang melibatkan masyarakat, Forkopimcam dan pemerintah Daerah di Notariskan.
Delapan, PT Mayawana Persada wajib menjaga, menghormati, menjunjung tinggi adat istiadat serta kearifan lokal masyarakat adat wilayah konsensi.
Sembilan, alat-alat perusahaan yang disita masyarakat agar dikembalikan melalui Polsek Simpang Hulu Atau Simpang Dua.
Sepuluh, laporan yang terkait kasus 3 September 2022 di Polsek Simpang Hulu dan Polsek Simpang Dua disepakati untuk dicabut dan diselesaikan secara kekeluargaan/secara Adat.
Sebelas, batas Desa Kampar Sebomban dengan Desa dengan Desa Semandang Kanan untuk segera ditetapkan dalam sebuah aturan yang mengikat (disahkan).
Dua Belas, PT Wayawana Persada melaksanakan pembinaan masyarakat Desa Hutan dan tanggung jawab perusahaan (CSR).
Tiga Belas, untuk masyarakat yang lahanya telah digusur tanpa sepengetahuan oleh pemiliknya untuk segera dilakukan ganti rugi tanam tumbuhnya dan lahan untuk dikembalikan kepada masyarakat (inclave).
Terakhir, terhadap kebun Sawit yang berada di dalam kawasan konsensi PT Mayawana Persada akan diselesaikan sesuai peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
“Jika ada pelanggaran terhadap poin 1 sampai dengan poin 14 diatas, maka akan dikenakan Hukum Adat Sesuai adat Jorant Ator Lambaga di wilayah Banua Simpang Sekayok,” tambahnya. (lim)
Discussion about this post