JURNALIS.co.id – Tidak cukup dengan menyetubuhi korban berulang kali, memaksa korban aborsi hingga menyodomi. HS, melalui pengecaranya kini memfitnah korban ingin memerasnya hingga Rp10 miliar.
Di beberapa media online, salah satu kuasa hukum tersangka HS, yakni Rizal Karyansyah mengatakan permintaan uang sebesar Rp10 miliar itu dari korban dan keluarganya.
“Saat klien kami HS ditahan, ring 2 minta uang damai Rp2 miliar, setelah didengar ring 1 uang damai bengkak jadi Rp10 miliar,” kata Rizal, dikutip dari salah satu media online yang tayang pada, Selasa (08/08/2023).
Menyikapi tuduhan tersebut, salah satu kuasa hukum korban, Ferri Iswanda dengan tegas mengatakan bahwa isu pemerasan yang disampaikan kuasa hukum tersangka adalah fitnah.
Menurut Ferri, apa yang disampaikan kuasa hukum tersangka adalah upaya untuk menggiring opini publik, yang sudah mengetahui perbuatan persetubuhan kliennya terhadap korban.
“Kuasa hukum tersangka ini seperti koboi mabuk nembak di atas kuda. Jadi ngomongnya ngawur. Tanpa bukti,” kata Ferri, Rabu (09/09/2023).
Menurut Ferri, fakta yang sebenarnya terjadi adalah, pihak tersangka lah yang menawarkan uang kepada korban dan keluarganya. Uang damai tersebut diberikan jika bersedia mencabut laporan.
“Terakhir mereka datang menawarkan korban dan keluarga uang damai Rp120 juta. Tetapi oleh ibu korban disampaikan, kalaupun mereka diberi uang Rp10 miliar, mereka tidak akan terima dan akan tetap meneruskan kasus tersebut diproses polisi,” ungkap Ferri.
Ferri menyatakan jadi jelas apa yang disampaikan kuasa hukum tersangka adalah fitnah dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Sehingga kepada kuasa hukum tersangka pihaknya sudah mengultimatum untuk meralat pernyataannya.
“Kami memberi waktu satu minggu kepada kuasa hukum tersangka. Apakah itu pernyataan pribadi atau tim untuk meralat dan menyampaikan informasi yang benar. Jika itu tidak dilakukan, maka kami akan menempuh jalur hukum dengan membuat laporan ke Polresta Pontianak,” tegas Ferri.
Sebelumnya, terungkap jika perilaku HS tidak hanya menyetubuhi korban, oknum anggota Dewan Pendidikan Kalbar dan pembina yayasan pendidikan itu memaksa untuk aborsi hingga tega menyodomi korban.
Bahkan bersama istrinya ia malah mengancam akan membunuh korban jika tidak menghapus bukti percakapan antara dirinya dan korban.
Korban menuturkan, setelah pulang ke Pontianak usai menjalani aborsi secara paksa, ia mengalami sakit yang luar biasa.
Dimana, lanjut korban, dirinya mengalami pendarahan kurang lebihnya selama dua minggu dan perutnya selalu sakit jika menjalani rutinitas berat.
Korban menceritakan, karena tidak kuat dengan kondisi yang dialaminya dan pelaku sempat menghilang, ia lalu memilih menceritakan apa yang dialaminya kepada istri pelaku.
Korban mengatakan, dari chat nya itu, istri pelaku dan pelaku mengajaknya bertemu di salah satu tempat. Di pertemuan itu, istri pelaku bukannya membantu menyelesaikan masalah, tapi sebaliknya malah mengancam akan membunuh dirinya (korban) jika tidak menghapus bukti-bukti percakapan.
“Istri pelaku mengambil handphone saya, lalu menghapus chat saya dengan pelaku,” ungkap korban.
Tak hanya itu, korban menambahkan, selain mengancam ingin membunuh, pelaku dan istrinya sempat menawarkan untuk berdamai dan siap memberi uang sebesar Rp10 juta. Tetapi permintaan itu ia tolak, namun kembali ditawarkan uang damai hingga naik menjadi Rp120 juta. Namun tetap ditolaknya.
“Saya tetap menolak penawaran damai itu. Saya berharap pelaku diproses hukum,” pinta korban yang saat ini duduk di kelas tiga SMA. (hyd)
Discussion about this post