
JURNALIS.co.id – Progres perkembangan kasus pemanggilan dua pejabat Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup (Perkim LH) Ketapang oleh Polda Kalimantan Barat hingga kini masih tanda tanya.
Tercatat, sejak pemanggilan pada 7 Oktober 2024 sampai April 2025, kasus tersebut sudah berjalan kurang lebih 6 bulan. Kepastian bergulirnya kasus, di Polda atau di Polres pun belum diketahui secara pasti.
Polda Sendiri justru megarahkan Wartawan JURNALIS.co.id untuk menanyai langsung ke Polres Ketapang berkenaan dengan pemanggilan oleh pihaknya. Bahkan, disarankan mengkonfirmasi langsung ke Kapolres.
“Tanyakan ke Kapolres Ketapang ya,” tulis Humas Polda Kalbar, Kombes Pol Bayu Suseno seraya mengirimkan nomor handphone Kapolres Ketapang, Selasa (08/04/2025) sore, kemarin.
Sementara Kapolres Ketapang, AKBP Setiadi ketika dikonfirmasi mengenai progres pemeriksaan melalui pesan WhatsApp, mengaku sedang dinas luar kota. Dia pun mengarahkan untuk langsung ke Satuan Reskrim.
“Saya masih ada dinas luar kota. Berkenan (konfirmasi, red) langsung ke Sat Reskrim saja,” tulis AKBP Setiadi dikonfirmasi JURNALIS.co.id, Rabu (09/04/2025).
Upaya konfirmasi ke Sat Reskrim, tepatnya Kepala Satuan (Kasat) Reserse Kriminal Polres Ketapang justru tak menemukan jawaban. Konfirmasi awak media tak mendapat respon sama sekali.
Bahkan, sejumlah pesan berisi lima pertanyaan yang dikirim JURNALIS.co.id sejak Rabu (09/04/2025) pukul 12.37 WIB, hingga kini tidak dijawab. Meskipun dari keterangan pesan telah dibaca atau centang biru.
Sebelumnya, pemanggilan terhadap DE dan SU itu tertuang dalam surat nomor B/307/IX/RES.3.5./2024/DR yang ditandatangani Dirkrimsus Polda, 30 September 2024. Dalam surat panggilan, Polda meminta kedua pejabat itu membawa berbagai dokumen.
Berdasarkan informasi yang diterima, panggilan kedua pejabat Perkim LH Ketapang oleh Polda tersebut berkaitan dengan proyek pembangunan perumahan di Teluk Keluang.
Masyarakat Perlu Tahu Perkembangan Kasus
Pemerhati Kebijakan Publik Ketapang, Rustam Halim menilai, langkah aparat penegak hukum (APH) untuk turun dan mengkaji adanya dugaan Tipikor atas pembangunan adalah salah satu bentuk penyelamatan keuangan negara.
Demikian juga, jika inspektorat melakukan investigasi terhadap temuan di sejumlah proyek gagal, mangkrak ataupun tanpa asas manfaat. Tidak kalah penting kontrol DPRD atas kebijakan yang dilakukan kepala daerah.
“Kalau menurut saya, proyek yang dibangun tidak berfungsi ataupun mangkrak, berarti pertanda kegagalan dalam membangun. Maka penting untuk diambil langkah-langkah hukum sebagai upaya penyelamatan uang negara,” kata Rustam, Kamis (10/04/2025).
Mengenai soal kasus yang sudah ditangani kepolisian, menurutnya, APH harus selalu memberikan perkembangan kasus yang ditangani itu kepada masyarakat, misalnya melalui media massa.
Dia menegaskan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui perkembangan kasus. Terlebih berkaitan dengan keuangan daerah maupun keuangan negara.
“Pendapat saya sebaiknya tetap jalankan Tupoksi, dan berharap slogan Polri untuk masyarakat dapat diwujudkan,” timpal Advokat Ketapang ini. (lim)
Discussion about this post