Oleh: Reno Piansyah
TELUK Pakedai merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, Indonesia. Salah satu tokoh yang memiliki peran penting dalam perkembangan Islam di Kalimantan Barat, terutama di daerah Teluk Pakedai, yakni Ismail Mundu.
Guru Haji Ismail Mundu adalah seorang tokoh yang tidak hanya menjadi simbol lokal, tetapi juga merupakan bagian tak terpisahkan dari sejarah perkembangan Islam di Teluk Pakedai. Dengan dedikasinya dalam menegakkan syiar agama Islam, Ismail Mundu mewakili semangat perjuangan dan ketekunan dalam menyebarkan nilai-nilai keislaman di tengah tantangan dan keberagaman lingkungan sosialnya.
Selain itu, melalui peran dan kontribusinya dalam menegakkan syiar Islam, tidak hanya dijadikan inspirasi bagi masyarakat setempat, melainkan juga menjadi jejak berharga dalam sejarah Islam di Kalimantan Barat.
Biografi Guru Haji Ismail Mundu
Guru Haji Ismail Mundu dilahirkan di Tanjung Kakap oleh seorang ibu yang sholihah yaitu Zahra atau dikenal dengan Wak Soro. Beliau dilahirkan pada tahun 1870 M di pelosok desa Kabupaten Kubu Raya yang bernama Tanjung Kakap. Ayahnya bernama Daeng (sebuah gelar bangsawan dari suku Bugis) Abdul Karim bin Arunge Talengka bin Daeng Palewo.
Nasab dari ayahnya berasal dari Raja Sawitto yaitu seorang raja dari sebuah Kerajaan di Gowa Provinsi Sulawesi Selatan. Daeng Abdul Karim juga seorang mursyid Thariqah Abdul Qadir Al-Jailani. Dengan demikian, maka diketahui Guru Haji Ismail Mundu bersuku Bugis.
Ismail Mundu mengakhiri masa lajangnya ketika berada di kota Mekkah dengan menikahi seorang wanita bernama Ruzlan. Dari pernikahan ini, Ismail Mundu tidak memiliki keturunan. Namun tidak lama membina rumah tangga istrinya tersebut menghadap ke haribaan-Nya.
Setelah itu, Guru Haji Ismail Mundu menikahi seorang wanita bernama Hj Aisyah yang berasal dari pulau Serasan. Nasib pernikahan keduanya ini tidak jauh berbeda dengan yang pertama. Ismail Mundu tidak memiliki keturunan dan sang Istri kembali mendahuluinya menghadap Allah SWT.
Setelah wafatnya istri keduanya, Ismail Mundu kembali ke Desa Sungai Kakap. Di sini Guru Haji Ismail Mundu menikahi seorang wanita bernama Hafifa binti H Sema’ila. Baru lah di pernikahan ini sang guru memiliki keturunan, dua laki-laki dan satu perempuan.
Putra laki-lakinya yaitu Ambo’ Saro dan Ambo’ Sulo. Sedangkan perempuan diberi bernama Fatma. Namun Ismail Mundu kembali mengalami kesedihan dikarenakan istri ketiganya ini kembali menghadap Allah SWT.
Hal serupa pun terjadi kepada ketiga anak beliau yang wafat di usia cukup muda. Karena motivasi dan anjuran dari Nabi Muhammad SAW tentang keutamaan menikah, Ismail Mundu mengakhiri masa dudanya dengan menikahi Hj Asma binti Sayyid Abdul Kadir, yaitu perempuan berkebangsaan arab yang berasal dari suku Natto. Hingga akhir hayatnya, Ismail Mundu tidak memiliki keturunan dari pernikahannya dengan Hj Asma binti Sayyid Abdul Kadir.
Khatam Alquran di Usia Belia
Masa kecil Guru Haji Ismail Mundu dididik langsung oleh pamannya bernama Haji Muhammad bin H Ali. Ismail Mundu sejak kecil memang sudah kelihatan kepandaiannya dalam ilmu agama. Terbukti dia berhasil mengkhatamkan Alquran pada usia belia. Setelah itu Ismail Mundu melanjutkkan pendidikan kepada seorang Syehk berasal tidak jauh dari kediamannya. Yaitu Syehk Abdullah Ibnu Salam (H Abdullah Bilawa) sampai sang guru wafat.
Guru Haji Ismail Mundu melanjutkan pendidikan di Kota Mekkah Al-Mukarramah, yaitu dengan Syehk Abdullah Az-Zawawi. Ismail Mundu juga berguru kepada Tuan Umar Sumbawa dan Makabro.
Karier Guru Haji Ismail Mundu bermula tahun 1907 M. Dia ditunjuk langsung oleh Sultan Syarif Abbas untuk menjadi Mufti Kerajaan Kubu. Kemudian tahun 1930 M Ismail Mundu mendapatkan penghargaan dari Ratu Whel Wina dari pemerintahan Belanda berupa Bintang Tanda Jasa dan Honorarium. Setelah Kerajaan Kubu berakhir Guru Haji Ismail Mundu ditunjuk untuk menjadi Hakim Pengadilan Kerajaan Kubu.
Kontribusi Guru Haji Ismail Mundu dalam bidang keagamaan cukup banyak. Selain menjadi promotor dalam pembangunan Masjid Batu/Nashrullah, Ismail Mundu menulis beberapa karya Ilmiah dalam berbagai macam bidang. Seperti Fiqih, Aqidah dan Syariah. Di antara karya Guru Haji Ismail Mundu adalah Ushul Tahqiq, Mukhtasarul Mannan, Jadwal Al-Nikah, Majmu’ul Mirasa, dan Khutbah setiap bulan dalam setahun, khutbah nikah, zikir tauhidiyah, dan faidah istihfar rajab.
Peranan Guru Haji Ismail Mundu Dalam Syiar Islam di Kalbar
Guru Haji Ismail Mundu memiliki kontribusi serta peran dalam Syiar Islam di Desa Teluk Pakedia, di antaranya:
A. Mufti Kerajaan Kubu
Sebagaimana lazimnya seorang Mufti (orang memberikan Fatwa) dilantik oleh Sulthan (Raja). Guru Haji Ismail Mundu dilantik oleh Sultan Syarif Abbas sebagai Mufti Kerajaan Kubu di tahun 1907. Jika dikalkulasikan, maka usia Ismail Mundu pada saat itu 37 tahun.
Keberadaan mufti di sebuah Kerajaan sangatlah memiliki posisi yang penting. Di antara tugas yang diampu oleh Ismail Mundu yaitu menyelsaikan permasalahan agama baik di lingkungan Kerajaan maupun masyarakat. Sehingga berbagai macam permasalahan dituntut dapat diselesaikan dengan sebijaksana mungkin.
Selain itu, mufti juga bertugas sebagai Hakim sebagai pemutus dari berbagai macam masalah yang dilimpahkan di mahkamah. Pada saat mufti Guru Haji Ismail Mundu banyak menulis beberapa karya ilmiah dari berbagai macam bidang, seperti Tauhid, Fikih, Syariah, dan lain-lain. Karena kepandaian beliau dalam menjaga amanah, sehingga setelah Kerajaan Kubu kembali ke pangkuan Negara Republik Kesatuan Indonesia, Guru Haji Ismail Mundu lagi-lagi ditunjuk sebagai Hakim di wilayah tersebut.
B. Promotor berdirinya Masjid Batu (Nasrullah)
Masjid ini didirikan pada tanggal 4 Dzulhijjah 1345 M (1926 H) oleh Guru Haji Ismail Mundu dan seorang sahabat karibnya bernama H Haruna bin H Ismail. Masjid ini didirikan atas ide dari Guru Haji Ismail Mundu dalam rangka mempermudah dakwah syiar Islam di Desa Teluk Pakedai.
Adapun yang berperan banyak dalam hal pembangunan yaitu H Haruna bin H. Ismail. Dinamakan Masjid Batu karena bahan yang digunakan untuk pembangunan dari Batu Bata. Arsitek masjid ini bernama Abdul Wahid berasal dari Pontianak yang terbukti sebelumnya berhasil merancang sebuah pagong (pintu air) di Teluk Pakedai.
Guru Haji Ismail Mundu sangat memanfaatkan masjid sebagai sarana dakwah. Bahkan ketika peresmian masjid ini beliau mengkonsep khutbah khusus yang dibacakan saat peresmian Masjid Batu. Khutbah khusus ini berjudul ‘Khutbah Peresmian Masjid Batu’.
Di masjid inilah guru mengadakan peringatan hari besar Islam seperti Maulid Nabi Muhammad SAW, peringatan Isra Wal Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Selain itu, kegiatan pengajian rutinan juga dilakukan di Masjid ini.
Hingga saat ini Masjid Batu masih berdiri di Desa Teluk Pakedai walaupun dalam sejarahnya telah direnovasi sebanyak tiga kali yaitu tahun 1960, 1982, dan 2003. Karena kondisi masjid yang tidak layak untuk digunakan. Akan tetapi masih ada bagian-bagian masjid yag dipertahankan seperti Mimbar Khutbah.
C. Karya-karya Guru Haji Ismail Mundu
- Kumpulan Cerita Isra’ dan Mi’raj
Karya ini terdiri dari 16 juz (bagian). Bagian cover tertulis ‘Ini Dia Cerita Tentang Isra’ dan Mi’raj’. Di karya ini, Ismail Mundu menjelaskan dengan rinci kisah tentang Isra Mi’raj Nabi SAW. Dari Rasulullah SAW berada di Mekkah hingga naik ke Sidaratul Muntaha sampai pulang kembali ke kediaman Beliau. Di sini pula Ismail Mundu menjelaskan bahwa keadaan Nabi Muhammad SAW pada saat Isra’ dan Mi’raj, yaitu roh dan jasadnya.
- Kumpulan Khutbah
Guru Haji Ismail Mundu menulis cukup lengkap yang ditandai dengan tulisan bulannya di setiap cover kitab Khutbah ini. Karya ini ditulis dengan menggunakan bahasa Arab kemudian diterjemahkan dalam bahasa Melayu dengan aksara Jawi. Di antaranya Khutbah Bulan Muharram, Khutbah Bulan Safar, Khutbah Jumadil Awal, dan Khutbah Jumadil Akhir.
Selain khutbah per bulan ini, Ismail Mundu juga menulis kitab khutbah yang lain. Seperti Khutbah Nikah, Khutbah Gerhana Bulan dan Khutbah Gerhana Matahari.
- Kitab Zikir Tauhidiyah
Terdiri dari 19 halaman, kitab ini merupakan kitab bagi kalangan tertentu. Adanya ijazah yang diberikan Guru Haji Ismail Mundu untuk mengamalkan zikir-zikir yang terdapat kitab ini.
Selain tiga karya di atas, terdapat beberapa karya Guru Haji Ismail Mundu yang lain. Seperti (Ushul Tahqiq) berisikan tentang kedudukan Aqidah Islam serta pondasi Aqidah bagi umat Islam; (Mukhtasharrul Manan) Kitab Tauhid; (Majmuul Mirasa) kitab tentang Warisan; dan lainnya.
Tepat pada 30 Jumadil Awal 1377 H, Guru Haji Ismail Mundu terkena penyakit yang menyebabkan kesehatannya semakin menurun. Pada 15 Jumadil Akhir 1377 bertepatan dengan 19 Januari 1957 pada jam 10.00 dikelilingi orang terdekat dan beberapa murid beliau, Guru Haji Ismail Mundu menghembuskan napas terakhir dengan mengucapkan “La ilaha Illa Allah” dalam keadaan tenang dan husnul khatimah. Beliau dimakamkan tak jauh dari Masjid Batu Nashrullah yang berada di Desa Selat Remis, Kecamatan Teluk Pakedai. Bersebelahan dengannya terdapat pula makam Istri beliau tercinta yaitu Hj Asma Binti Sayyid Abdul Kadir.
Desa Telok Pakedai, Kubu Raya telah kehilangan sosok panutan yang ikhlas mengabdikan dirinya untuk Islam dan masyarakat. Buah dari dakwah Guru Haji Ismail Mundu, manisnya Islam masih dapat dirasakan tidak hanya di Desa Teluk Pakedai akan tetapi daerah sekililingnya juga merasakannya. Salah satu buah karyanya yaitu masih berdiri kokoh Masjid Batu (Nashrullah) di tengah-tengah perkampungan yang menjadi pusat kegiatan dakwah Islam hingga saat ini. Bahkan tokoh kaliber nasional pun tidak ragu mengunjungi masjid ini sebagai tempat wisata religi. Salah satunya Ustadz Abdul Somad (UAS). Semoga keteladanan Guru Haji Ismail Mundu dapat kita teladani dalam bermasyarakat, aaminn ya rabbal alamin. (*)
*Penulis: Mahasiswa Pasca Sarjana IAIN Pontianak
Discussion about this post