Oleh: Rosadi Jamani
ADA gerakan mau memahzulkan Jokowi 10 Agustus 2023 ini. Bentar lagi ni. Judulnya Kepung Istana. Akan ada sejuta rakyat atas nama buruh yang melakukan aksi itu. Ada bilang empat juta, bahkan 10 juta. Wow…!
Tuntutan utamanya, cabut UU Omnibuslaw. Itu kelompok buruh. Lain dengan kelompok Amien Rais yang bernafsu memahzulkan Jokowi. Gerakannya People Power dimulai dari Solo. “Tidak mau turun, kami akan turunkan” Ajakan people power itu makin massif. Cuma, maukah orang diajak menggulingkan Jokowi dan kroni dan mengusirnya dari istana.
Lupakan dulu sejenak sang superstar Rocky Gerung dan Panji Gumilang. Saya nak cerita soal kudeta di daratan Afrika. Jauh amat, Bang! Jauh tapi dekat di hati.
Dari tahun 2020 lalu sampai 2023, sudah ada lima negara mengalami kudeta. Kebanyakan digerakkan oleh militer. Dimulai dari negara Mali tahun 2020, disusul Chad tahun 2021, Guineu tahun 2021, Burkina Paso tahun 2022, dan yang terbaru 2023 di Niger (Bukan Nigeria ya).
Khusus Niger ini, dalam tiga tahun terakhir ada sembilan aksi kudeta. Coba ente bayangkan, apa jadinya negara tiap tahun berganti pemimpin. “Baru gak nak tidok, eh dikudeta lagi,” kate budak Pontianak.
Lima negara itu, kalau dilihat PDB atau kemajuan ekonomi, mengenaskan. Kemiskinan merajalela. Ada kemiskinan, biasanya selalu marak korupsi. Miskin dan korupsi itu macam berjodoh pula.
Tema akhirnya, ketidakadilan. Keadilan persoalan utama di seluruh dunia. Bila ada negara kacau balau, pasti ujungnya ketidakadilan. Jangan heran, setiap kali demo, pasti yang dituntut keadilan. Kadang di rumah sendiri abang dan adik suka ribut, gara-gara ayah membedakan perlakuan. Tak adil.
Itu Afrika, negeri yang dilihat dari kejauhan isinya soal kudeta, miskin, kelaparan, ketertinggalan, dsb. Yang jelek-jelek itu sepertinya milik Afrika. Padahal, faktanya tidak demikian.
Semenjak pengaruh kuat China dan Rusia, haluan Afrika mulai berubah. Tak lagi ke Barat (walau tak semuanya ya), melainkan ke China dan Afrika. Terbaru, pemimpin negara Afrika ngumpul di Rusia ketemu Putin. Bukti kuat Afrika lebih memilih Rusia.
Begitu juga China, siap membantu hal keuangan. Negara Ethiopia yang dulunya miskin, sekarang bergerak menjadi negara kaya. China menjadi mentornya.
Apa yang membuat Afrika berpaling? Negara Barat hanya mengeruk hasil buminya, tidak membangun ekonominya. Biasa mental kolonial. Sementara Rusia dan China, tidak demikian. Dibuat sama-sama maju dan saling menguntungkan.
Kembali soal kudeta, khusus Niger, kebetulan lagi hangat. Tak kurang tiga jam, Presiden Mohamed Bazoum sudah terguling. Berawal dari Kepung Istana itu. Militer ambil alih.
Lalu, para pemimpin kudeta sepakat mengakhiri kerja sama dengan Perancis dan memilih Rusia sebagai mentornya. Bendera Rusia pun berkibar di Niger. Dengan kudeta ini, mengakhiri pengaruh Barat di negara tersebut.
Apakah gerakan Kepung Istana 10 Agustus ini terinspirasi dari Niger? Wallahualam. Di Niger yang mengkudeta itu berawal dari rakyat, lalu didukung militer atau tentara. Kalau yang ini digerakkan kelompok buruh dengan tujuan hanya minta cabut UU Omnibuslaw.
Kalau hanya itu, tak lah sampai menurunkan Jokowi. Kecuali, didukung tentara. Nah, ini akan lain persoalannya.
Hari ini hubungan Presiden dengan semua lembaga negara termasuk TNI dan Polri, harmonis kok. Di permukaan ya, tak tahu di dalamnya. Banyak sudah yang mendemo Jokowi, semua aman-aman saja. Silakan demo, asal jangan anarkis saja. Itu pesan utamanya.
Gerakan People Power sudah dimulai dari Solo. Saat pertama dimulai, hanya segelintir yang ikut. Sekarang mau people power di istana juga, ikut gabung buruh, seberapa banyak yang turun? Ditunggu saja tanggal mainnya.
Orang-orang yang mau people power itu memang dari dulunya tidak suka Jokowi. Meraka pun berharap para pembenci Jokowi se Indonesia minta bergabung 10 Agustus. “Jangan hanya teriak-teriak di medsos lho, turun ikut demo 10 Agustus!”
Apakah ini ada kaitannya dengan dukung-mendukung Capres? Sebab, orang-orang yang mau demo itu sangat vulgar dukungannya ke salah satu Capres. Ah..sudah lah.
Inilah asyiknya hidup di negara demokrasi. Bebas bersuara, bebas mengkritik, bebas demo, bahkan bebas menghina. Tinggal dinikmati sambil ngopi wak. (*)
*Penulis: Ketua PW Persatuan Penulis Indonesia (Satupena) Kalbar
Discussion about this post