
JURNALIS.co.id– Sejumlah mahasiswa mengatasnamakan Youth Movement Against Corruption/YUMCO (Gerakan Pemuda Melawan Korupsi) berunjuk rasa di Kejari Pontianak dalam rangkaian memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia (HAKORDIA), Senin, 9 Desember 2024, sore.
Tak hanya melakukan aksi unjuk rasa atau menyampaikan aspirasi, melainkan sejumlah mahasiswa juga menghiasi aksi unjuk rasanya dengan membakar ban di depan kantor Kejaksaan Negeri Pontianak.
Meskipun diguyur hujan tak menyurutkan mereka untuk mendorong pagar Kejari Pontianak serta berteriak-teriak meminta Kajari Pontianak Aluwi keluar dari ruangan kerja untuk menemui mereka.
Seperti unjuk rasa yang terjadi sebelumnya, Aluwi tak keluar, hanya Kasi Intelejen Kejari Pontianak, Dwi Setiawan Kusumo yang berbicara dengan para mahasiswa.
Agim Nastiar selaku Ketua Koordinator YUMCO Pontianak menyatakan, aksi unjuk rasa yang digelar bersama rekannya yakni berkaitan dengan hari Anti korupsi sedunia.
Terutama menjadi titik fokus tuntutan demo berkaitan dengan kasus korupsi rehabilitasi pembangunan jembatan timbang di Siantan, Kecamatan Pontianak Utara.
“Kami melakukan aksi terkait kasus korupsi rehabilitasi jembatan timbang di Siantan yang terindikasi adanya penggelapan barang bukti yang di mana barang bukti dideklarasikan Rp2,4 miliar padahal di dalam dakwaan pengadilan hanya Rp1,4 miliar,” kata Agim.
“Rp1 miliar dari mana datangnya?,” sambung Agim.
Dikatakan Agim, berdasarkan UU BPK pada pasal 10 ayat 1 Kejari tidak berhak menyatakan atau menyampaikan persoalan kerugian negara. Bahkan berdasarkan Perpres yang berhak mengaudit adalah BPKP.
“Berdasarkan UU BPK, jangankan Kejari. BPKP saja yang memiliki wewenang untuk mengaudit tidak berhak menyampaikan kerugian negara. Melainkan yang berhak hanya BPK,” terang Agim.
Lanjut Agim, sehingga yang menjadi pertanyaan apa yang membuat Kejari berani menyampaikan persoalan kerugian negara. Selain itu apa yang disampaikan telah terjadi perbedaan dengan fakta persidangan sesuai apa yang didakwakan.
“Ternyata ada perbedaan, yang dikatakan kerugian negara Rp2,4 miliar, dakwaan sebenarnya hanya Rp1,4 miliar. Rp 1 miliar sebagai pelicin atau pun jangan jangan? Tapi kita tidak tahu sebenarnya apa terjadi,” ucap Agim.
Diungkapkan oleh Agim, ketika memang jelas-jelas terjadi kelebihan dan tersangka menyatakan menyetor lebih, yang menjadi pertanyaan nya kemana uangnya.
“Kami minta tunjukan uangnya dalam konferensi pers, jika uangnya ada tidak makan, tidak dikorupsi. Tunjukan,” tegas Agim.
Agim menjelaskan pula, bahwa tawaran dari pihaknya untuk berdialog juga belum diterima dan belum mendapat jawaban dari Kajari Pontianak, Aluwi.
“Padahal kata audannya, Pak Aluwi ada di dalam,” beber Agim.
Ditambahkan oleh Agim, apa sebenarnya yang ditakutkan Kejari Pontianak, apakah ada indikasi yang jelas bahwasanya ada penggelapan dan sebagainya?
“Kalau emang tidak ada, mengapa harus takut.Kalau tidak merasa makan dan sebagainya. Kenapa takut berdialog dengan kami hanya punya sekelumit argumen,” tuntas Agim.
Sementara itu Kajari Pontianak Aluwi terlihat berada di pintu masuk PTSP kantornya ketika mahasiswa sudah pulang dari aksi.
Sayangnya Kajari Pontianak, Aluwi ketika dikonfirmasi terkait aksi unjuk rasa mahasiswa tersebut, dirinya enggan berkomentar.
“No comment, no comment,” jawab Kajari Pontianak sambil meninggalkan wartawan dan masuk ke kantornya. (Zrn)
Discussion about this post